Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ini pengalaman bersejarah. Syahdan, pada hari Sabtu (27/5/2006) pagi, saya sedang berbaring di sebuah kamar di Hotel Banjarnegara, di kota Banjarnegara, Jawa Tengah. Tiba-tiba, tempat tidur bergoyang cukup keras. Segera saya berlari ke luar.
Ternyata sejumlah penghuni hotel – kebanyakan peserta Muswil ICMI Jateng – juga bergegas ke luar hotel, merasakan goncangan yang sama. Tampak diantaranya Bpk Adi Sasono (alm.). Goncangan itu berlangsung sekitar 1 menit. Saya berpikir, goncangan itu berkaitan dengan aktivitas Gunung Merapi. Komunikasi dengan Yogya terputus.
Sekitar pukul 11.30 WIB, usai memberikan presentasi tentang liberalisme dalam acara Musyawarah Wilayah ICMI Jawa Tengah, saya baru sempat menghidupkan pesawat TV. Astaghfirullah! Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun!
Peristiwa gempa pagi itu ternyata sebuah peristiwa yang sangat dahsyat. Tayangan-tayangan korban gempa di Yogya dan sekitarnya sungguh mengerikan. Ribuan rumah luluh lantak. Hancur, lebur! Ribuan nyawa melayang. Hampir semua korban meninggal atau luka-luka akibat tertimpa bangunan. Beberapa hari kemudian tercatat, jumlah korban meninggal melampaui angka 5000 jiwa.
Gempa di Yogya dengan kekuatan 5,9 skala richter itu memang sangat dahsyat. Bukan hanya dari segi jumlah korban dan nilai kerusakan. Tapi, juga lokasi gempa yang menimpa sebuah lokasi yang dikenal sebagai pusat budaya, wisata, dan pusat pendidikan di Indonesia.
Gempa Yogya itu musibah terdahsyat kedua setelah gempa bumi dan gelombang tsunami yang menghajar wilayah Aceh (Ahad, 26 Desember 2004), yang menewaskan lebih dari 200.000 jiwa. “Gempa sudah mulai ke Tanah Jawa, setelah ini mana lagi?” ujar seorang penduduk di Jawa Timur, yang khawatir gempa juga akan berlanjut menimpa Surabaya.
Sekitar setahun sesudah gempa Yogya itu, saya menginap di satu tempat di Yogya selatan. Saat shalat subuh berjamaah di musholla, saya melihat hanya beberapa orang yang hadir. Mereka rata-rata sudah berusia lanjut. Tuan rumah bercerita, “Menyusul gempa Yogya dan beberapa waktu sesudahnya, musholla ini penuh yang berjamaah subuh. Sekarang sudah kembali seperti sebelum terjadi gempa.”
Lanjut Baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/musibah-lagi,-musibah-lagi