Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dunia lagi-lagi dibuat terperangah dengan ulah kaum Islamofobia dan pemerintah di negara Eropa yang melindungi pembakar al-Quran. Kisah semacam ini sudah berulang kali terjadi. Kali ini peristiwanya terjadi di Swedia. Umat Islam di sana pun tidak berdiam diri.
Seperti diberitakan oleh www.bbc.com, keributan dan bentrokan pecah di beberapa kota Swedia sejak Kamis (14/04/2022) setelah kelompok sayap kanan dan anti-Islam Denmark menggelar aksi pembakaran Alquran di beberapa kota.
Pada Minggu (17/04), aparat berwenang mengatakan tiga orang terluka setelah terkena peluru polisi selama bentrokan. Perhatian kini tertuju kepada Rasmus Paludan, seorang pria Denmark-Swedia yang menggalang kelompok itu.
Pada 2017, pria 40 tahun itu mendirikan gerakan sayap kanan Denmark, Stram Kurs atau Garis Keras, yang menyuarakan agenda anti-imigran dan anti-Islam.
Pada Kamis (14/04) dan Jumat (15/04) lalu, kelompok tersebut menyiarkan secara langsung video streaming Paludan membakar Alquran di berbagai kota di Swedia dan berencana terus menggelar aksi serupa. Dia dikenal sering melakukan aksi seperti itu.
Pada tahun 2019, ia membakar Alquran yang dibungkus dengan daging babi dan akunnya diblokir selama sebulan oleh Facebook setelah memuat postingan yang mengaitkan kebijakan imigrasi dan kriminalitas. Pada November 2020, Paludan ditangkap di Prancis dan dideportasi.
Lima aktivis lainnya ditangkap di Belgia tak lama setelah itu, dituduh ingin "menyebarkan kebencian" dengan membakar Alquran di Brussels.
Dunia Islam juga tidak berdiam diri. Setelah serangkaian insiden itu, Kementerian Luar Negeri Irak mengatakan telah memanggil kuasa usaha Swedia di Baghdad pada Minggu (17/04).
Kemlu Irak memperingatkan bahwa masalah itu bisa "berdampak serius" pada "hubungan antara Swedia dan Muslim secara umum, baik dengan negara-negara Muslim dan Arab dan komunitas Muslim di Eropa".
Pemerintah Iran pun mengeluarkan reaksi keras atas apa yang terjadi di Swedia.
Sejumlah saluran televisi Iran mengutip Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh yang mengutuk "penghinaan atas perasaan umat Muslim" di Swedia dan di seluruh dunia. Juru Bicara Pemerintah Iran Ali Bahadori Jahromi juga mengatakan bahwa "kebebasan berekspresi telah menjadi alat untuk memicu ekstremisme dan rasisme di Barat".
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, juga mengecam aksi Paludan dan kelompoknya. "Menggunakan argumentasi kebebasan berekspresi untuk melecehkan agama dan kepercayaan satu kelompok adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan terpuji," kata Kemenlu RI dalam sebuah pernyataan di situs web resminya.
Yang aneh adalah sikap pemerintah dan polisi Swedia. Rangkaian demonstrasi yang dilakukan Paludan dan kelompoknya itu di penjuru Swedia mendapat izin pihak berwenang, ungkap Reuters.
Polisi pun terlihat mengawal Paludan saat dia membakar Alquran di Linkoping Kamis lalu. Sikap polisi Swedia itu yang disayangkan sejumlah kalangan. Politisi kelahiran Turki Mikail Yuksel, yang mendirikan Partai Berbeda Warna di Swedia, mengatakan provokasi Islamofobia dari Paludan di bawah perlindungan polisi terus berlanjut di kota-kota di seluruh Swedia.
"Di Swedia, yang membela hak asasi manusia, kebebasan beragama dan hati nurani, Al-Qur'an justru dibakar di lingkungan Muslim di bawah perlindungan polisi," katanya seperti dikutip kantor berita Turki, Anadolu. Dia pun menyayangkan bahwa polisi hanya menyerukan umat Islam untuk menggunakan akal sehat saat kitab suci mereka dibakar tepat di depan mata mereka. (Lihat: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-61137206).
Lanjut baca,