Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Hari-hari ini, muncul berbagai berita yang menyebutkan, bahwa ada kemungkinan Presiden Joko Widodo akan melakukan reshuffle kabinet. Salah satu menteri yang dispekulasikan akan diganti adalah Mendikbud Nadiem Makarim. Sebab, sudah ada keputusan penggabungan Kemendikbud dengan Kemenristek.
Tampaknya, dunia politik Indonesia sering disibukkan dengan harapan demi harapan akan adanya perbaikan, melalui proses penggantian pemimpin atau oejabat negara. Tapi, seperti yang sering terjadi, pergantian terus berjalan, dan perbaikan yang diharapkan, tak kunjung tiba. Harapan tinggal harapan.
Sejak dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 23 Oktober 2019, ada sejumlah gebrakan kebijakan Nadiem Makarim yang memberi harapan baru. Sebagai professional muda yang berhasil melakukan inovasi dan menerobos sekat-sekat birokrasi dalam menjalankan bisnisnya, Nadiem pun diharapkan akan membawa angin segar dalam proses perbaikan Pendidikan kita.
Sebagiannya telah ia lakukan. Gebrakan kebijakan "Merdeka Belajar" memberikan sedikit keringanan bagi guru dalam urusan administrasi. Gebrakan berikutnya ia lakukan pada 4 Desember 2019 dalam pidatonya di UI, Depok.
Saat itu, Nadiem Makarim menyampaikan pidato 'menarik' dalam acara pelantikan Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Ari Kuncoro. Dalam pidato tanpa teks-nya, Nadiem menyatakan: "…kita masuk di era di mana hal-hal yang sifatnya kemarin formal dan memberikan suatu proksi daripada kualitas yang sekarang harus kita pertanyakan. Kita memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi; kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya; kita memasuki era di mana akreditasi tidak menjamin mutu; kita masuk era di mana masuk kelas tidak menjamin belajar."
Pidato itu segera memancing banyak respons; pro dan kontra. Yang jelas, ada signal agar Perguruan Tinggi segera berubah, karena sudah memasuki era disrupsi. Bagi Nadiem yang sudah bergelut dalam dunia industri 4.0, tentu sadar benar, bahwa harus ada perubahan besar dalam dunia Pendidikan Tinggi.
Ia kemudian meluncurkan kebijakan Kampus Merdeka. Ada perubahan kebijakan tentang kriteria SKS dan juga kemudahan dalam proses akreditasi. Tapi, gebrakan Nadiem tentu saja belum cukup. Pandemi Covid-19 berpengaruh besar dalam aplikasi kebijakan di bidang Pendidikan. Tapi, pada saat yang sama, pandemic Covid-19 juga mempercepat arus disrupsi dalam dunia Pendidikan tinggi. Sebab, model pembelajaran daring (online) tidak bisa lagi dielakkan. Akibatnya, terjadi perubahan besar dalam model pembelajaran di Lembaga-lembaga Pendidikan.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/perlukah-nadiem-makarim-diganti