Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Islam adalah yang sejak awal mengajarkan agar membangun persaudaraan dengan sesama manusia. Bahkan, Rasulullah saw mengingatkan, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat pada sesamanya. Tapi, patut dicatat, jangan sampai persaudaraan antar manusia itu mengorbankan keimanan dan berujung kepada rencana peleburan agama-agama.
Dalam al-Quran surat Luqman ayat 14-15, Allah memerintahkan anak untuk berbuat baik kepada orang tuanya. Tetapi, jika orang tua itu memerintahkan kemusyrikan, maka janganlah diikuti. Hanya saja, anak tetap harus berbuat baik kepada orang tuanya.
Jadi, Islam adalah agama yang sejak awal sudah mengakui keragaman atau kebhinekaan. Sebab, Nabi Muhammad saw memang diutus untuk mewujudkan ”rahmatan lil-alamiin”. Al-Quran juga diturunkan sebagai petunjuk (hudan) kepada seluruh manusia; bukan hanya untuk orang muslim saja.
Karena itulah, gagasan untuk melebur dan mereduksi ajaran agama-agama demi terciptanya kerukunan umat beragama, adalah gagasan yang keliru dan memicu masalah baru. Gagasan ini bukan menyelesaikan masalah. Tetapi, justru memunculkan masalah baru yang lebih pelik. Gagasan ini berakibat pada penyamaan agama-agama dan ujungnya adalah pendangkalan iman.
Salah satu kelompok yang aktif dalam mengusung jargon persaudaraan lintas manusia tanpa agama, adalah Free Mason. Dalam mewujudkan persaudaraan antar manusia, agama tidak dijadikan sebagai dasar pijakannya.
Bahkan, sebagian menganggap, jika masing-masing pemeluk agama masih meyakini kebenaran agamanya sendiri, maka hal itu akan menghambat terwujudnya kerukunan umat beragama. Jadi, menurut paham ini, jika umat beragama meyakini kebenaran agamanya, maka akan memunculkan sikap merasa benar sendiri dan intoleran terhadap agama lain.
Sadar atau tidak, gagasan penyingkiran dan peleburan agama-agama dimulai dengan upaya untuk menghilangkan klaim kebenaran (truth claim). Jika umat beragama tidak lagi meyakini kebenaran agamanya sendiri, maka dia menjadi pembenar semua agama. Sikap netral agama dianggap sebagai sikap ilmiah, elegan, dan terpuji. Orang yang meyakini kebenaran agamanya sendiri kemudian dianggap sebagai orang jahat, arogan, dan tidak toleran.
Dalam sebuah buku berjudul ”Agama Masa Depan” ditulis: “Kebenaran abadi yang universal akan selalu ditemukan pada setiap agama, walaupun masing-masing tradisi agama memiliki bahasa dan bungkusnya yang berbeda-beda.” (hal. 130).
Dalam sebuah buku berjudul Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama (2008) dikatakan: “…bila Anda telah menancapkan komitmen untuk membangun rumah tangga beda iman, jalani dengan tenang dan sejuk dinamika ini. Tidak perlu dirisaukan dan diresahkan. Yang terpenting, mantapkan iman Anda dan lakukan amal kebaikan kepada manusia. Semua itu tidak percuma dan sia-sia. Beragama apapun Anda, amal kebaikan dan amal kemanusiaan tetap amal kebaikan. Pasti ada pahalanya dan akan disenangi Tuhan.” (hal. 235).
Misi dan praktik amaliah lintas agama -- dalam ucapan salam, dalam ibadah, dan sebagainya -- semacam inilah yang seolah-olah menjanjikan harapan terciptanya persaudaraan dan perdamaian antar-manusia. Padahal, Islam telah menegaskan, bahwa persaudaraan sejati dan tertinggi adalah persaudaraan yang dibangun di atas landasan iman. Innamal mu’minuuna ikhwatun. (QS 49:10).
Lanjut baca,