Artikel ke-1793
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada hari Sabtu (3/2/2024) telab berlangsung acara walimahan putra kedua saya, Bana Fatahillah dan Zidney Tahta Mayasiri. Ada satu sesi acara yang tidak biasa. Yakni, pembacaan puisi keluarga oleh Fatih Madini, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Natsir. (Tentang walimah pernikahannya, lihat: https://mediadakwah.id/walimah-era-disrupsi-putra-ketum-ddii-ada-peluncuran-buku-dan-baca-puisi/).
Karena isinya cukup penting dan menarik untuk memahami makna keluarga idaman dalam konteks percaturan peradaban global saat ini, maka sebaiknya kita simak puisinya berikut ini:
*****
Menjadi teman hidupmu lewat ikatan sah, luar biasa indah
Aku bisa habiskan masa berdua denganmu tanpa khawatir dosa dan salah
Aku punya rumah megah, tempatku berkeluh kesah, bersandar lelah
Aku dapat ide baru, pemecah alur cerita hidupku yang tengah buntu, hampa & gundah
Aku memilikimu, insan pelengkap diri yang serba kurang dan penuh celah
Aku mendapatkanmu, manusia pendampingku di bui kini dan Firdaus nanti, yakinlah!
Walau tahu ikatan suci ini tak selalu indah
Walau tahu perjanjian agung ini tak selalu absen akan celah
Walau tahu hubungan mulia ini pasti diterjang badai masalah
Kan tetap ku ikhtiyarkan Sakinah Mawaddah wa Rahmah
Semoga pandangan cinta dan bijaksana kita tak ikut musnah
Tak apa-apa berbeda, sebab “Bukan soal di titik mana persamaan kita akan berjumpa. Namun bagaimana mengumpulkan perbedaan dalam jamuan tawa.”
Jangan khawatir sekali-kali salah, sebab “Ukiran cinta tak pudar dengan goresan cela. Lautan kasih tak keruh oleh tetesan salah,” tuturnya dalam Kita Dalam Untaian Kata
Namun cinta bukan akhir segalanya, ia awal perjuangan kita di jalan-Nya
Dibalik semua rekahan keindahan, amanah mulia menunggu tunaian kita
Menjadi orang tua, membina keluarga, melahirkan generasi mulia penopang bangsa dan agama
Ini tugas utama kita berdua, ibu-bapa, guru keluarga-madrasah utama,
Bukan sebatas pemberi papan, sandang, dan pangan dunia.
Bagai pedang bermata dua, jika tumpul salah satunya, minus fungsinya
Jika tumpul kedua matanya, tak berguna, sekadar hiasan semata
Karena itu kupilih dirimu, menemaniku mendidik anak-anak kita
Kata kakek guruku, “ilmu memimpin keluarga di zaman ini begitu sirri
Tidak diketahui lagi bakal suami isteri
Tidak diajar di sekolah atau institusi pengajian tinggi
Tidak dipentingkan dalam pembangunan ekonomi
Yang ghairah terpukau pancaran globalisasi”
Lanjut baca,