Artikel Terbaru ke-2.162
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Hari-hari ini saya membaca banyak poster ucapan selamat kepada para pelajar SMA dari sekolah-sekolah Islam dan pesantren-pesantren yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Uniknya, hampir tak tampak adanya pelajar atau santri itu yang belajar ilmu-ilmu agama, seperti Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Dakwah, Ilmu Sejarah Peradaban Islam dan sebagainya.
Kita paham akan hal itu. Mengapa para pelajar atau santri itu diberi ucapan selamat. Diterima kampus favorit dianggap sebagai jalan menuju kesuksesan hidup. Mereka akan diberi pujian dan ucapan selamat dari saudara, teman, dan juga para guru di sekolahnya. Mereka dianggap telah mengharumkan nama sekolah atau pesantrennya.
Dalam perspektif Islam, penting sekali memahami konsep ilmu dan kewajiban untuk mencarinya. Sebab, Rasulullah saw memang memerintahkan agar setiap muslim mencari ilmu. Yang dimaksud ilmu disitu adalah ilmul-haal. Yakni, ilmu-ilmu yang wajib dikuasai demi terlaksananya suatu kewajiban.
Menurut Prof. Naquib al-Attas, adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.”
Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya sia-sia kerana yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan,” demikian Prof. Naquib al-Attas.
Lebih jauh, Prof. Naquib menjelaskan: ”Apabila dia (adab) dirujukkan pada alam ilmi pula, maka dia bermaksud pada ketertiban budi menyesuaikan haknya pada rencana susunan berperingkat martabat yang mensifatkan ilmu; umpamanya pengenalan serta pengakuan akan ilmu bahawa dia itu tersusun taraf keluhuran serta keutamannya, dari yang bersumber pada wahyu ke yang berpunca pada perolehan dan perolahan akal; dari yang fardu ain ke yang fardu kifayah; dari yang merupakan hidayah bagi kehidupan ke yang merupakan kegunaan amali baginya.” (Uraian selengkapnya tentang adab bisa dikaji dalam buku Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001).
Jadi, dalam Islam, ilmu itu tidak sama kedudukannya. Ilmu yang memiliki derajat yang tertinggi adalah ilmu-ilmu yang wajib dimiliki setiap muslim (fardhu ain). Juga ilmu-ilmu yang bersumber dari wahyu Allah. Ilmu-ilmu semacam ini merupakan ilmu yang tertinggi nilainya dan wajib diprioritaskan untuk dicari. Jangan sampai salah adab dalam belajar, dengan mendahulukan ilmu-ilmu yang fardhu kifayah dan mengabaikan ilmu-ilmu yang fardhu ain.
Karena itu, sesuai dengan konsep adab ilmu, jangan sampai ada pandangan bahwa belajar ilmu-ilmu agama dipandang lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan ilmu-ilmu rasional dan empiris. Semua ilmu yang diperlukan oleh individu atau masyarakat wajib dipelajari. Tapi, perlu ada prioritas dan cara pandang yang benar terhadap ilmu.
Lanjut baca,