Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Sejarah membuktikan, reformasi jiwa (pensucian jiwa/tazkiyyatun nafs) adalah awal atau kunci utama kebangkitan pribadi dan umat Islam. Dan bulan Ramadhan adalah waktu terbaik untuk melaksanakannya.
Di penghujung abad ke-11 Masehi, umat Islam mengalami ujian berat, berupa pembantaian dan penguasaan kota Suci Jerusalem oleh Pasukan Salib dari Eropa. Perang yang dikobarkan oleh Paus Urbanus II pada 25 November 1095 itu memberikan tamparan keras kepada peradaban Islam, setelah mengalami grafik kesukesan hampir 500 tahun -- sejak Hijrah Nabi tahun 622 M.
Meskipun dikenal sebagai umat paling tinggi sains dan teknologinya saat itu, tetapi umat terjangkit penyakit jiwa yang parah, khususnya penyakit cinta dunia (hubbud-dunya). Dalam buku Hakadza Zhahara Jīlu Shalahuddin wa Hakadza ’Ādat al-Quds, Dr. Majid Irsan al-Kilani mengutip kitab Ibn Katsir dalam Bidayah wal-Nihayah, yang menggambarkan parahnya kondisi umat Islam saat itu.
Umat dicekam penyakit ashabiyah (fanatisme mazhab) yang parah, kerusakan pemikiran, dan gaya hidup mewah pada kalangan elite. Gubernur Abu Nashr Ahmad bin Marwan, seorang gubernur ketika itu, mengucurkan anggaran 200.000 dinar dalam setiap acara hiburan yang digelarnya. Tahun 516 Hijriah, saat Menteri Sultan al-Mahmud terbunuh, bertepatan dengan saat istrinya keluar dari rumah dengan diiringi 100 pelayan dan kendaraan-kendaraan terbuat dari emas.
Padahal, pada saat yang sama, banyak rakyat yang menderita kelaparan. Ketika pasukan Salib membantai puluhan ribu kaum Muslim, sebagian ulama berusaha menggelorakan semangat jihad kaum Muslim, tetapi gagal. Ada cerita yang menyebutkan, sebagian pengungsi membawa tumpukan tulang manusia, rambut wanita, dan anak-anak, korban kekejaman pasukan Salib, kepada khalifah dan para sultan. Ironisnya, Khalifah justru berkata: ”Biarkan aku sibuk dengan urusan yang lebih penting. Merpatiku, si Balqa’, sudah tiga hari menghilang dan aku belum melihatnya.”
Lanjut Baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/reformasi-jiwa-awal-kebangkitan-umat