SALAH DIDIK, UJUNGNYA KEKALAHAN POLITIK-EKONOMI

SALAH DIDIK, UJUNGNYA KEKALAHAN POLITIK-EKONOMI

Artikel ke-1.736

Oleh: Dr. Adian Husani (www.adianhusaini.id)

            Tidak sedikit yang bertanya, mengapa di suatu daerah yang mayoritasnya muslim, pesantrennya banyak, tetapi partai Islam dan tokoh-tokoh Islam justru kalah dalam proses pemilihan anggota DPRD atau pemilihan kepala daerah (Pilkada). Proses pemilihan itu bergantung kepada tiga hal: pemilih, yang dipilih, dan proses pemilihan.

            Para pemilih yang sudah tersekulerkan akan berpikir pragmatis dalam politik. Yang penting memilih yang berpotensi menang atau yang memberi uang. Pemilih yang tidak terdidik dengan benar, maka akan bersikap sekuler, materialis, dan pragmatis. Aspek pertanggungjawaban di akhirat ia abaikan.

            Para pemilih yang terdidik dengan benar akan memandang aktivitas memilih pemimpin sebagai bentuk amal ibadah kepada Allah SWT. Karena itu, mereka tidak mau memilih asal-asalan, apalagi memilih calon pemimpin yang akhlaknya rusak dan tidak berkemampuan sebagai pemimpin.

Jika di sekolah dan kampus anak-anak dididik dengan paham sekulerisme-materialisme maka siap-siaplah akan terpilih pemimpin yang pemikiran dan perilakunya sejalan dengan para pemilihnya. Jadi, pemimpin sebetulnya merupakan refleksi dari kondisi rakyatnya. Pemilih sekuler akan memilih pemimpin yang enggan menjadikan agama sebagai pedoman dan tuntunan kehidupan sehari-hari.

Karena itu, kekalahan umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan berakar pada salah didik. Mungkin salah niatnya, salah tujuannya, salah kurikulumnya, salah gurunya, atau mungkin pula salah model pembelajarannya. Dalam bahasa sederhana, anak-anak mengalami kondisi hilang adab; tidak tahu memahami dan menyikapi segala sesuatu dengan betul, karena tidak mendapatkan hikmah dari Allah.

Di Indonesia, peran pendidikan Islam masih memiliki pengaruh besar dalam kehidupan politik nasional. Secara nasional, faktor agama masih sangat diperhatikan oleh para calon presiden atau anggota legislatif.

Para calon presiden mengutamakan acara-acara dialog yang diselenggarakan ormas-ormas keagamaan. Begitu juga secara terang-terangan mereka menjanjikan perbaikan ekonomi umat Islam, termasuk memajukan pondok-pondok pesantren. Itu janji kampanye.

Adalah sangat merisaukan andaikan ada calon pemimpin yang – misalnya – terang-terangan menyatakan akan melegalkan LGBT dan lokalisasi pelacuran. Di banyak negara, kondisi seperti ini sudah terjadi. Para politisi meminta dukungan dari kaum LGBT dengan janji-janji akan memberikan kebebasan dan legalitas atas perkawinan sesama jenis.

            Inilah bahaya pemikiran sekulerisme dalam pendidikan yang berujung pada kekalahan umat Islam dalam bidang politik, ekonomi, budaya, hukum, dan sebagainya. Seperti disampaikan oleh Mohammad Natsir dalam pidatonya di Majelis Konstituante, 12 November 1957, sekulerisme merupakan paham yang sangat merusak masyarakat dan bangsa.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/salah-didik,-ujungnya-kekalahan-politik-ekonomi

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait