Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dalam sebuah hadits qudsi riwayat Imam Muslim disebutkan, bahwa Rasulullah saw pernah berdoa kepada Allah, memohon agar umat beliau jangan dibinasakan karena paceklik dan jangan ditundukkan kepada musuh yang menguasai mereka. Permohonan Rasulullah saw itu dikabulkan, kecuali jika sebagian kaum muslimin menghancurkan sebagian yang lain dan mereka saling menawan satu sama lain.” (HR Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah saw memperingatkan: “Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabutlah kehebatan Islam; dan apabila mereka meninggalkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, maka akan diharamkan keberkahan wahyu; dan apabila umatku saling mencaci, maka jatuhlah mereka dalam pandangan Allah.” (HR at-Tirmidzi).
Peringatan Rasulullah saw itu memberikan petunjuk penting bagi kita tentang kekalahan dan mekanisme kehancuran umat Islam. Jika umat Islam berpecah belah dan saling menjatuhkan satu dengan lainnya, maka jatuhlah marbatat mereka di hadapan Allah. Dan sejarah menunjukkan hal itu berulang kali terjadi.
Lihatlah proses kekalahan umat Islam di masa-masa awal Perang Salib dan proses kejatuhan Kota Jerusalem. Umat Islam berpecah belah. Bahkan, antar ulama bertikai, saling menjatuhkan karena perbedaan mazhab dan kepentingan. Kebencian terhadap sesama muslim diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam buku Model Kebangkitan Umat Islam, karya Dr. Majid Irsan al-Kilani (Terjemah oleh Asep Sobari Lc), disebutkan kondisi perpecahan umat yang parah. Meskipun ketika itu umat Islam berada di puncak keunggulan sains dan teknologi, tetapi mereka akhirnya bisa dikalahkan Pasukan Salib dari Eropa yang jauh tertinggal tingkat peradabannya dibandingkan dengan peradaban Islam.
Perpecahan itu terutama terjadi antara pemuka dan pengikut mazhab Hanbali dan Asy’ari. Tentang fanatisme pengikut mazhab Hanbali ditulis: “Mereka menganggap dirinya sebagai penghulu umat Islam, sebagai satu-satunya representasi Ahlussunnah dan aqidah Islam yang otentik sehingga hanya mereka yang layak eksis, memiliki hak prerogatif dakwah…”
Lanjut baca,