Artikel ke-1.505
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Salah satu pelajaran penting dalam Film Buya Hamka adalah besarnya peran Siti Raham – istri Buya Hamka – dalam kebangkitan dan kesuksesan hidup serta perjuangan Buya Hamka. Film itu menggambarkan, Siti Raham – wanita yang dinikahi Buya Hamka saat berumur 15 tahun – sanggup menjadi pasangan setia dalam suka dan duka bagi Buya Hamka.
Salah satu adegan penting dalam film ini adalah saat Buya Hamka dipecat sebagai Ketua Muhammadiyah Sumatera Timur. Ia dituduh oleh sejumlah anak buahnya telah berkhianat dan bekerjasama dengan pemerintah Jepang. Buya Hamka sangat terpukul dan merasa hidupnya telah jatuh tersungkur, karena umat tidak lagi mempercayainya.
Ketika itulah Siti Raham memberinya semangat. Bahwa, orang-orang yang menuduh Hamka itu sebenarnya tidak tahu apa yang dilakukan oleh Hamka. Siti Raham-lah yang paham tentang kondisi Buya Hamka yang sebenarnya. Lalu, ia sarankan agar Buya Hamka kembali ke Padang Panjang. Nasehat itu dituruti Hamka. Di situlah Hamka menemukan kembali rasa percaya dirinya. Umat pun percaya kepadanya.
Film Hamka volume 1 ini memang banyak diwarnai dengan peran Siti Raham dalam kehidupan Buya Hamka. Siti Raham-lah yang menyarankan Hamka berpindah ke Medan dari Makasar. Ia rela melepas suaminya ke Medan dan ia mengasuh anak-anaknya di Padang Panjang, sendirian.
Di sinilah putranya, Hisyam, wafat, tanpa didampingi sang suami. Ia menanggung beban hidup dan penderitaan itu seorang diri. Tapi, ia tidak menyesal, bahkan menghibur Buya Hamka, bahwa Allah sangat menyayangi Hisyam, sehingga dipanggil begitu cepat.
Peran perempuan sebagai pasangan pendamping suami mungkin dianggap bukan suatu kemajuan dan kesuksesan hidup bagi sebagian kalangan perempuan. Sebagai istri, perempuan dianggap tidak bekerja, dan tidak berperan dalam pembangunan, karena tidak menghasilkan materi. Peran sebagai pendamping dan penopang kesuksesan suami dianggap “tidak keren”. Sebab, hidupnya masih berkutat seputar dapur sumur dan kasur.
Padahal, peran perempuan sebagai istri pendamping suami ini telah dilakukan oleh banyak perempuan hebat. Sebut saja, istri KH Ahmad Dahlan, Siti Walidah, yang nantinya memainkan peran penting dalam kehidupan dan perjuangan KH Ahmad Dahlan. Bahkan, bersama suaminya, Siti Walidah mendirikan organisasi perempuan Muhammadiyah (Aisyiyah), pada tahun 1917.
Peran sebagai pendamping suami yang hebat juga dimainkan oleh istri HOS Tjokroaminoto, bernama Soeharsikin. Sang istri ini bukan orang sembarangan. Ia putri Bupati Ponorogo. Ia menolak permintaan ayahnya untuk bercerai dengan Tjokroaminoto, ketika suaminya itu memilih berhenti menjadi pegawai pemerintah kolonial, dan lebih memilih menjadi kuli pelabuhan.
Soeharsikin terus mendampingi Tjokroaminoto sampai mereka berpindah ke Surabaya. Dialah yang membantu ekonomi keluarga dengan membuka kos-kosan di Jalan Peneleh Surabaya. Di rumah inilah, pasangan suami istri itu mendidik beberapa pelajar. Salah satunya adalah Soekarno, yang nanti sempat menjadi menantu mereka.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/siti-raham-dalam-wacana-kesuksesan-perempuan