Artikel Terbaru ke-1.995
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 18 september 2024, situs mediadakwah.id menurunkan artikel berjudul: “Nabi Muhammad di Mata Mohammad Natsir: Menakjubkan, Mengagumkan!” Penulisnya: Fatih Madini, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir. Artikel ini mengungkap fakta penting bagaimana saat berusia 23 tahun, Mohammad Natsir telah mampu memahami dan menuliskan kehebatan sosok Nabi Muhammad saw.
Alkisah, di bulan kelahiran Nabi Muhammad, Rabi’ al-Awwal, tahun 1350 H/1931 M, Mohammad Natsir yang berusia 23 tahun itu menulis artikel di majalah “Pembela Islam” berjudul “Kontan dan Iklas”. Artikel itu diterbitkan kembali oleh Majalah “Pandji Islam” tahun 1939 dengan judul “Pesan Rasulullah SAW”.
Menurut penulis biografi Mohammad Natsir, Ajip Rosidi, esensi tulisan M. Natsir itu adalah: “melukiskan kekagumannya terhadap kepemimpinan Nabi Muhammad dan mengingatkan para pemimpin Islam agar selalu mencontoh Rasulullah dalam hal ketabahan dan keikhlasannya menerima segala konsekuensi perjuangan” (Rosidi, M: Natsir Sebuah Biografi, 1990).
Dalam artikelnya, “Pesan Rasulullah SAW” (1939), M. Natsir menulis: “Sudah berbelas abad yang silam, semenjak datang dan perginya Junjungan kita. Datangnya mendapati kaum yang rusak, kaum yang luluh dalam lumpur kehinaan. Perginya meninggalkan peraturan yang sempurna, umat yang terpimpin kepada tinggi-tinggi tingkat kemanusiaan.”
Hasil usaha Rasulullah, tulis M. Natsir, “Sungguh menakjubkan.” Pendirian beliau kuat. Usaha beliau terlampau besar. Tawakkal beliau hanya kepada Allah tak terkalahkan. Dan tak pernah luput sedikit pun dalam diri beliau keyakinan akan kemenangan di hari kelak, yang telah dijanjikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang taqwa dan tawakal.
Tidak heran jika banyaknya musuh, besarnya tantangan dan rintangan, tidak membuat beliau gentar menentang musuh dari luar; tidak ragu menyingkirkan “kawan” yang jadi munafiq; tidak terguncang sedikit pun pendiriannya untuk memusnahkan yang batil dan mempertahankan yang haq.
Dan prinsip Sang Nabi yang mulia: “Tak ada yang setengah-salah, tak ada pula yang separo-benar. Meskipun kebenaran pada sisi yang lemah, sekalipun kebatilan pada pihak yang gagah dan berkuasa. Berhadapan dengan Nasrani dan Yahudi tak ada gugupnya.”
Lalu dengan gagahnya Nabi tegaskan bahwa hanya Islam yang benar, yang lain salah, sesat, tidak Allah terima (QS. 3: 85). “Tak ada separo-Islam yang ia benarkan, tak ada setengah batil yang ia akui,” pungkas M. Natsir. Beliau senantiasa “tetap dan tegap menyeru umat yang ia cintai, menunjukkan jalan shirathal-mustaqim.”
Begitulah di kemudian hari, cahaya kebenaran Islam yang tak disembunyikan kekuatannya dan tak dikeruhi kejernihannya itu oleh Nabi Muhammad, sukses menarik manusia-manusia terbaik kala itu (para Sahabat) masuk ke dalamnya, konsisten memegangnya.
Manusia-manusia itu, kata M. Natsir, adalah mereka yang “tak malu miskin, tak takut lapar, tak ngeri sakit, tak gentar mati.” Untaian syahadat mereka telah menciptakan perubahan yang begitu luar biasa bagi peradaban Islam di pentas dunia.
Lanjut baca,