Artikel Terbaru ke-2.246
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Koran International Herald Tribune (3/1/2002), pernah memuat artikel berjudul “America’s Empire Rules an Unbalanced World”. Artikel itu ditulis Prof Robert Hunter Wade, guru besar ekonomi politik di London School of Economics. Dalam tulisannya, Prof. Wade menyamakan posisi Amerika Serikat (AS) di dunia saat ini, seperti posisi Imperium Romawi (Roman Emperor) yang berlaku sewenang-wenang terhadap dunia. Benarkah AS saat ini mirip dengan Kekaisaran Romawi (Roman Empore) di masa lalu? Legenda pembentukan kota Roma menyebutkan, bahwa kota ini dulunya didirikan oleh kakak beradik Romulus dan Remus. Keduanya merupakan cucu Askanius, raja Lavinikum, yang dibuang ke Sungai Tiber oleh saudaranya sendiri, bernama Amulius. Romulus dan Remus diselamatkan dan dirawat oleh seekor serigala betina. Pada sekitar tahun 753 SM, kedua saudara itu mendirikan sebuah kota baru di bukit Palatine, yang berlokasi di Kota Roma saat ini. Tetapi, keduanya terus-menerus bertengkar, dan akhirnya Romulus membunuh saudaranya sendiri. Kota itulah yang kemudian dinamakan Roma, mengambil nama Romulus. Kita patut bertanya, apakah “darah serigala” itu yang kemudian mengalir di tubuh peradaban Romawi dan pewarisnya? Wallahu a’lam bish-shawab. Peradaban Barat memang peradaban yang besar tetapi penuh tragedi. Intelektualitas berkembang. Sains dan teknologi berhasil mereka kuasai dan dominasi. Sayangnya, peradaban ini memang tidak peduli dengan urusan jiwa manusia. Barat gagal mewujudkan janji-janji mereka tentang perdamaian dan keadilan. Tokoh Yahudi yang masuk Islam, Leopold Weiss (Muhammad Asad) menyatakan bahwa Peradaban Barat modern tidak mengakui perlunya penyerahan manusia kepada apa pun kecuali tuntutan-tuntutan ekonomi, sosial, dan kebangsaan. Dewanya yang sebenarnya bukanlah kebahagiaan spiritual melainkan keenakan, comfort. Dan falsafahnya yang riil dan hidup dilahirkan dalam kemauan untuk berkuasa demi untuk kekuasaan itu sendiri. Keduanya diwarisi dari peradaban Romawi Kuno.” Konsep “keadilan” bagi Romawi, menurut Asad, adalah ”keadilan” bagi orang-orang Romawi saja. Sikap semacam itu hanya mungkin terjadi dalam peradaban yang berdasarkan pada konsepsi hidup yang sama sekali materialistik. (Muhammad Asad, Islam di Simpang Jalan, 1983). Sikap AS yang hinggi kini masih terus membabi buta dalam mendukung kejahatan-kejahatan Israel, justru semakin merugikan AS sendiri. Tahun 2002 dunia internasional pernah mengecam keras AS karena terus menyudutkan Palestina dan menyebutnya sebagai “teroris”. Menlu Swedia Anna Lindh protes keras atas sikap AS itu. “Saya kira diskusi yang menyamakan Arafat dengan teroris ini tidak pantas dan tolol. Ini adalah kebijakan yang berbahaya,” kata Menlu Swedia Anna Lindh. Ia tambahkan, “Ini benar-benar tidak waras. Hal ini bertentangan dengan proses perdamaian menyeluruh dan bisa mengarah kepada perang terbuka di Timur Tengah.” (Kompas, 29/1/2002).
Lanjut baca,