Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Di zaman ini, biasanya, suatu universitas dikatakan mati jika ia sudah tidak beroperasi lagi. Apakah itu terjadi karena kehabisan mahasiswa atau karena ijinnya dicabut. Tapi, kriteria kematian universitas seperti itu berbeda dengan kriteria versi imam al-Ghazali.
Di zaman Imam al-Ghazali, terjadi krisis keilmuan dan krisis pendidikan yang parah, termasuk di kampusnya sendiri (Nizhaliyah School). Kondisi itu mendorong Imam al-Ghazali memilih meninggalkan kampusnya. Sekitar tahun 1096 M – empat tahun sebelum jatuhnya Kota Jerusalem ke tangan pasukan Salib – Imam al-Ghazali tinggal di Masjid al-Aqsha. Di situlah, ia menulis kitab Ihya’ Ulumiddin (Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama).
Sepulang dari rihlah ilmiahnya, Imam al-Ghazali memilih kembali ke kampungnya dan mendirikan kampus sendiri. Ia menolak kembali ke kampus lamanya. Dari kampus al-Ghazali– dan beberapa kampus lain – lahir ulama-ulama pemimpin umat, yang berperan besar dalam pembebasan Kota Jerusalem dan melanjutkan membangun peradaban yang tinggi.
Dalam Muqaddimah Ihya’ Uumiddin, al-Ghazali mengingatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Manusia yang paling berat azabnya adalah orang berilmu yang tidak Allah berikan manfaat ilmunya”
Masih dalam Muqaddimah Kitab Ihya’, Sang Hujjatul Islam itu menggoreskan kalamnya; menggambarkan kerusakan ilmu dan ilmuwan saat itu: “Waktu telah berlalu dan yang tersisa adalah hanya orang-orang yang bergaya seperti ulama. Kebanyakan mereka telah dikuasai oleh setan dan terbujuk oleh orang-orang yang melampaui batas. Setiap orang yang mendapat bagian dunianya, dia akan memujinya. Lalu dia melihat yang baik menjadi buruk, yang buruk menjadi baik. Sehingga ilmu agama menjadi terhapus, dan tanda-tanda petunjuk di seluruh bumi menjadi tertutup... Atau ilmu itu adalah perdebatan yang dijadikan tameng oleh pencari kemegahan untuk mengalahkan lawan debatnya, membantah dan mencari keuntungan…”.
Jadi, itulah tanda-tanda kematian satu universitas menurut Imam al-Ghazali. Meskipun kampus itu ramai para penuntut ilmunya tetapi jika tujuan mereka mencari ilmu adalah salah, maka itulah sebenarnya kematian satu universitas. Ilmu agama telah mati, karena telah kehilangan tujuan dari ilmu itu sendiri.
Ilmu yang seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk membentuk manusia yang baik, telah diselewengkan dan disempitkan fungsinya sekedar menjadi alat untuk mengejar keuntungan dunia. Bagi Imam al-Ghazali, para pencari ilmu yang salah niat seperti itu, sama saja dengan orang yang sedang merusak agamanya sendiri.
Dalam konferensi pendidikan Islam pertama di Mekkah, 1977, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas sudah mengingatkan, bahwa universitas modern yang dijiplak dari Barat, adalah satu simbol ‘kezaliman’: “The modern university is the epitome of man in a condition of zulm.”
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/kapankah-universitas-dikatakan-mati