Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada hari Sabtu, 12 Maret 2022, saya berkesempatan mengikuti diskusi Sabtuan INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations). Pengisinya adalah Dr. Ugi Suharto, peneliti INSISTS yang sedang mengajar di Oman. Temanya tentang Pokok-pokok Pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas.
Meskipun tema itu bukan hal baru, tetapi diskusi Sabtu itu sangat penting, karena diisi langsung oleh salah satu murid dekat Syed Naquib al-Attas. Ketika saya kuliah di ISTAC-IIUM, 2003-2009, Dr. Ugi Suharto sudah menjadi dosen di ISTAC. Saya mengambil satu mata kuliah yang diampunya, yaitu History and Methodology of Hadith.
Dr. Ugi Suharto menguraikan dengan kemas berbagai pemikiran dan keahlian Prof. Naquib al-Attas, mulai pemikirannya tentang adab, worldview, filsafat, sejarah, sekulerisme, metafisika, dan sebagainya. Prof. al-Attas juga memiliki keahlian di bidang arsitektur dan kaligrafi. Kampus ISTAC di Kuala Lumpur yang indah adalah karya arsitekturnya.
Begitulah diskusi menarik tentang pemikiran Syed Naquib al-Attas yang dipaparkan oleh Dr. Ugi Suharto. Dalam perspektif pendidikan Islam, kepeloporan Syed Naquib al-Attas dalam berbagai bidang keilmuan, tak lepas dari proses pendidikan dan juga garis keturunannya.
Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah seorang habib, keturunan Nabi Muhammad saw. Ia lahir di Bogor, Jawa Barat, 5 September 1931. Ia sempat dididik langsung oleh kakeknya di Bogor, yang dipercayai sebagai salah satu wali yang berpengaruh di Nusantara.
Hasil penelusuran Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud menemukan, bahwa Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas merupakan keturunan ke-37 dari silsilah keturunan Rasulullah saw, bertemu pada garis Hussein bin Ali bin Abi Thalib r.a. (Lihat , Wan Mohd Nor Wan Daud, “Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas: an Introduction” dalam Commemorative Volume on the Conferment of the al-Ghazali Chair of Islamic Thought, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993).
Penelusuran ilmiah atas koleksi pribadi keluarga Syed Naquib al-Attas yang dilakukan oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud menemukan, bahwa diantara nenek moyangnya, dari jalur ibunya, ditemukan nama Syed Muhammad al-Aydarus, guru dan pembimbing ruhani dari Syed Abu Hafs Umar ba Shaiban dari Hadramaut, yang berjasa dalam membawa Syekh Nuruddin al-Raniri ke dunia Melayu.
Dalam tulisannya berjudul “Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas: an Introduction” Prof. Wan Mohd Nor menulis, bahwa pada usia lima tahun, Syed Naquib al-Attas dikirim keluarganya ke Johor untuk masuk sekolah dasar Ngee Heng Primary School (1936-1941), dan kembali melanjutkan pendidikan ke Madrasah al-Urwatul Wutsqa di Sukabumi (1941-1946).
Sejak tinggal dengan pamannya, Ungku Abdul Aziz bin Ungku Abdul Majid, yang kemudian menjabat Menteri Besar Johor ke-6, al-Attas sudah akrab dengan manuskrib Arab dan Melayu. “Syed Muhammad Naquib spent much of his youth reading and pondering over these manuscripts on history, literature, and religion as well as the Western classics in English that were available in the collection of other family members,” tulis Prof. Wan Mohd Nor.
Lanjut baca,