MENGENAL KEPAHLAWANAN SYEKH ABDUL SHAMAD AL-FALIMBANI

MENGENAL KEPAHLAWANAN SYEKH ABDUL SHAMAD AL-FALIMBANI

 (Artikel ke-1.281)

Oleh: Fatih Madini (Mahasiswa Jurnalistik STID Mohammad Natsir)

 Dalam sejarah keilmuan dan perjuangan melawan penjajah di Indonesia, nama Syekh Abdul Shamad al-Falimbani, menempati posisi yang sangat penting. Meskipun lama tinggal di Mekkah, tetapi ia tetap memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perkembangan Islam dan umatnya di Nusantara.

Di antara bentuk kepeduliannya adalah: (1) Meluaskan semangat jihadnya kepada masyarakat Muslim Nusantara untuk kemudian terus memerangi para penjajah lewat media-media tulis, khususnya karyanya sendiri. (2) Terjun langsung ke dalam peperangan fisik. Lebih-lebih ketika mengetahui semasa hidupnya ia pernah belajar ilmu beladiri dari jalur keluarganya yang mewarisi tradisi silat dan keterampilan berperang Keraton Palembang.

Bahkan karena kelihaiannya, ia sampai disebut sebagai mahaguru dari seni silat ini, yang kemudian berkembang dan dikenal sebagai “Seni Silat Sekebun.” Hal inilah yang membesarkan dan meluaskan pengaruhnya di Nusantara. Azyumardi Azra sampai mengatakan, “Yang paling menonjol di antara para ulama Palembang ini, tak diragukan lagi, adalah’Abd al-Shamad al-Palimbani. Dia adalah juga yang paling berpengaruh di antara para ulama asal Palembang, terutama melalui karya-karyanya, yang beredar luas di Nusantara.” (Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013).

Syekh Abdul Shamad dikenal sebagai ulama yang terus-menerus menggelorakan semangat jihad melawan penjajah. Azyumardi Azra menulis dalam bukunya tersebut: “Anjuran untuk jihad justru datang dari al-Palimbani dan al-Fatani, yang melewatkan sebagian besar hidup mereka dan meninggal dunia di Haramayn. Ini adalah bukti kuat keterikatan sangat erat dan kepedulian mereka yang begitu besar kepada Islam di tanah air mereka. Ini menunjukkan mereka bukanlah sufi-sufi yang digambarkan kaum Muslim modernis, yang hanya disibukkan perjalanan spiritual mereka dan terasing dari masyarakat mereka pada umumnya. ini juga mengisyaratkan, kontak dan komunikasi antara wilayah Melayu Indonesia dengan Haramayn dapat dipertahankan dengan baik, sehingga para ulama Jawi mempunyai informasi memadai mengenai perkembangan Islam di Nusantara, terutama dalam kaitannya dengan penetrasi yang terus-menerus dilakukan oleh kaum kafir. Lebih dari sekali al-Palimbani mendorong kawan-kawannya sebangsa Melayu-Indonesia untuk melancarkan jihad melawan kaum kolonial Eropa.

Melalui kitabnya, Nashihah al Muslim wa Tadzkirah al Mu’minin fi Fadha’il al-Jihad fi Sabil Allah wa Karamah al-Mujahidin fi Sabil Allah, Syekh Abdul Shamad mampu membuat masyarakat Aceh sadar bahwa mereka sedang dijajah kemudian bergerak menentang gerakan tersebut.

Kitab ini selesai ditulis pada 23 Agustus 1772 M saat perjalanannya menuju Palembang. Menurut Mal An Abdullah, “Dalam risalah ini Syaikh Samad mengkhususkan pemaknaan jihad sebagai qital, perang suci. Karya ini diakui oleh para pengkaji modern sebagai karya pertama jenis ini dari kalangan ulama Jawi, dan dikenal luas di Nusantara ... dalam banyak tulisan ia sering disebut sebagai masterpice Syaikh Samad tentang jihad.” (Mal An Abdullah, Syaikh Abdus-Samad Al-Palimbani: Biografi dan Warisan Keilmuan, (Jakarta: Gramedia, 2018).

Terkait kitab jihad ini, Azyumardi Azra menyatakan: “Snouck Hurgronje menyatakan, karya al-Palimbani Fadha’il al-Jihad merupakan sumber utama berbagai karya mengenai jihad dalam perang Aceh yang panjang melawan Belanda. Ia menjadi model dari versi Aceh mengenai imbauan kepada kaum Muslim agar berjuang melawan kaum kafir.”

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/mengenal-kepahlawanan-syekh-abdul-shamad-al-falimbani

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait