PENGORBANAN DAN KEBERANIAN AZZAM MEMAJUKAN KAMPUS ISLAM

PENGORBANAN DAN KEBERANIAN AZZAM  MEMAJUKAN KAMPUS ISLAM

 

Artikel Terbaru ke-2.157

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Empat tahun lalu, Azzam Habibullah membuat pilihan berani. Lulus SMA, ia tidak mendaftar ke kampus mana saja. Ia hanya mendaftar kuliah ke Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir – kampus dakwah yang bernaung di bawah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).

            Kini, Azzam telah lulus S1 dan melanjutkan kuliah S2-nya ke Raja Zarith Sofiah Center of Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization Universiti Teknologi Malaysia (RZS-CASIS UTM). Tidak mudah untuk kuliah di kampus ini.

            Azzam dinyatakan lolos S2 setelah melewati wawancara dan presentasi proposal tesis bersama jajaran pimpinan RZS-CASIS. RZS-CASIS merupakan pusat studi peradaban Islam berskala internasional di bawah naungan Universiti Teknologi Malaysia (UTM). Kampus ini didirikan oleh cendikiawan besar bidang pemikiran, peradaban, dan pendidikan Islam asal Malaysia, yaitu Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud. 

            RZS-CASIS UTM berupaya melanjutkan konsep pendidikan yang dirumuskan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas.             Dalam website resminya disebutkan, kampus ini berupaya untuk menyajikan pembelajaran pascasarjana bagi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang studi yang berkaitan dengan Islam, sains, dan peradaban, serta ilmu-ilmu terkait di bawah lingkup pandangan-alam (worldview) Islam. 

            Di antara tujuan utama RZS-CASIS adalah melatih para cendekiawan muda agar secara intelektual mahir dalam menggali seluk-beluk pemikiran keagamaan. Sementara pada saat yang sama, menguasai ide-ide intelektual, teknologi, serta pemikiran dan lembaga sosial-ekonomi masa kini. 

            Pilihan Azzam itu sangat tepat, meskipun ia harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pendidikannya. Tetapi, lagi-lagi, Azzam berani melakukan terobosan besar dalam pendidikannya. Di Malaysia, Azzam bisa lebih intensif berguru kepada para pakar pemikiran Islam, seperti Prof. Wan Mohd Nor, Dr. Khalif Muammar, Dr. Zaidi Ismail, dan sebagainya.

Kesempatan berguru langsung dengan ilmuwan-ilmuwan muslim yang hebat tidak bisa dinilai dengan uang. Kesempatan itu juga belum tentu ada lagi di masa depan. Azzam bukan hanya memburu gelar. Yang lebih penting, ia bisa berguru secara intensif (mulazamah) dengan guru-guru yang baik.

            Selama kuliah di STID M Natsir pun Azzam telah aktif menjadi guru dan mengisi berbagai acara pelatihan pendidikan dan literasi. Nilai-nilai keikhlasan dan semangat dakwah yang dibangun oleh Mohammad Natsir pun terus diwariskan oleh para dosen STID M Natsir kepada para mahasiswa.

            Pada mulanya, pilihan Azzam kuliah di STID M. Natsir memang mengherankan. Sebagai anak muda yang dikenal cerdas, kreatif dan punya prestasi internasional, pilihan Azzam kuliah di STID M Natsir mengherankan banyak orang. Bahkan, di lingkungan keluarga dekatnya. Mereka mempertanyakan, mengapa Azzam tidak kuliah ke PTN terkenal atau kuliah di luar negeri.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/pengorbanan-dan-keberanian-azzam--memajukan-kampus-islam

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait