Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Islam mengajarkan, manusia jangan hanya sibuk mengejar kesenangan syahwat inderawi. Tapi, Islam sangat menekankan kebahagiaan jiwa insani. Dengan itu, manusia mencapai taraf tinggi, dan tidak terjebak dalam peradaban yang memuja syahwat dan menuhankan hawa nafsu, sebagaimana dibudayakan oleh paham sekularisme dewasa ini.
Dalam bukunya, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001: 202-203), Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas menggambarkan perkembangan falsafah Barat yang telah membuang Tuhan dalam seluruh aspek kehidupan mereka, sehingga mereka menempatkan manusia sebagai Tuhan yang merasa berhak mengatur alam dan dirinya sendiri, tanpa campur tangan siapa pun. Manusia merasa berhak melakukan apa saja, menuruti hawa nafsunya.
Kata Prof. Naquib al-Attas: “Perkembangan falsafah Barat berarak lancar mengikut perkembangan sainsnya yang mensekularkan semua. Insan semakin dipandang dari segi keutamaan kemanusiaannya dan kepribadiannya dan kebebasan serta kemerdekaannya sebagai diri haiwani. Jikalau dahulu dia telah menghapuskan pupus para dewata di alam purba dengan serangan akal hayawani sehingga alam itu jadi benda biasa bagi tindakannya leluasa, maka kini dengan bantuan falsafah dan sains sekular dia harus pula mendesakkan diri merebut kebebasan serta kemerdekaannya sekalipun dari Tuhan Sarwa Alam, agar dapat dia benar-benar bebas bertindak terhadap alam yang menghadapinya.”
Al-Quran menggambarkan manusia-manusia yang berinteraksi dengan alam (ayat-ayat Allah), tetapi tidak sampai mengenal Sang Pencipta. Maka mereka itu laksana binatang ternak, bahkan lebih sesat dari pada binatang ternak itu sendiri. (QS al- A’raf:179). Juga disebutkan: “Orang-orang kafir itu bersenang-senang dan makan-makan sebagaimana makannya binatang-binatang, dan neraka adalah tempat mereka.” (QS Muhammad:12).
Orang mukmin juga makan-makan dan bersenang-senang menikmati makanan serta kesenangan hidup lainnya. Tetapi, orang mukmin tidak menjadikan makan dan segala kenikmatan duniawi sebagai tujuan hidup dan kenikmatan tertinggi, sebab mereka memiliki tujuan kehidupan yang lebih tinggi, yaitu mengenal dan beribadah kepada Allah. Itulah kebahagiaan yang sejati. Zikir kepada Allah adalah hal yang menentramkan jiwa.
Betapa banyak manusia tertipu dengan tipuan kenikmatan duniawi. Ia menyangka akan bahagia saat mereguk segala macam syahwat dunia. Ternyata kesenangan dunia itu menipunya. (QS Ali Imran: 185). Lihatlah, betapa banyak manusia tersohor dan bergelimang harta serta kebebasan, akhirnya hidup dalam keresahan jiwa dan berujung kepada obat-obatan terlarang bahkan tak sedikit yang berujung bunuh diri.
Lanjut baca,