WANITA DI BARAT DIPERLAKUKAN SECARA EKSTRIM, JANGAN KITA IKUT-IKUTAN

WANITA DI BARAT DIPERLAKUKAN SECARA EKSTRIM,  JANGAN KITA IKUT-IKUTAN

 

Artikel Terbaru ke-2.194

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Paham “gender equality” yang masih populer hingga kini, patut dipahami dalam konteks sejarah Eropa. Dulu, peradaban Barat berlaku sangat kejam terhadap wanita. Belakangan, mereka bergerak dari satu kutub ekstrim ke kutub ekstrim lain dalam memperlakukan wanita. Berbeda secara diametral dengan zaman pertengahan, kini mereka membebaskan perempuan sebebas-bebasnya.

            Philip J. Adler, dari East Carolina University, dalam bukunya World Civilizations, menggambarkan bagaimana kekejaman Barat dalam memandang dan memperlakukan wanita. Sampai abad ke-17, di Eropa, wanita masih dianggap sebagai jelmaan setan atau alat bagi setan untuk menggoda manusia. (Mungkin ini terpengaruh oleh konsep Kristen tentang Eva yang digoda oleh Setan sehingga menjerumuskan Adam).

 Sejak awal penciptaannya, wanita memang sudah tidak sempurna. Mengutip seorang penulis Jerman abad ke-17, Adler menulis: It is a fact that women has only a weaker faith (In God). Adalah fakta bahwa wanita itu lemah dalam kepercayaannya kepada Tuhan.  (Philip J. Adler, World Civilization, (Belmont: Wasworth, 2000).

Robert Held, dalam bukunya, “Inquisition”, menyebutkan, bahwa sekitar 85 persen korban penyiksaan dan pembunuhan di Eropa adalah wanita. Antara tahun 1450-1800, diperkirakan antara dua sampai empat juta wanita dibakar hidup-hidup di dataran Katolik maupun Protestan Eropa. Dalam buku ini juga digambarkan, bahwa pelaku homoseksual digergaji hidup-hidup.

            Itulah sebenarnya latar-belakang lahir dan berkembangnya paham femonisme modern dan kesetaraan gender, yang menempatkan laki-laki dan perempuan di posisi yang sama dalam segala hal. Mereka merasa trauma dan tidak mau lagi berpegang kepada ajaran agama yang dianggap menindas dan diskriminatif terhadap perempuan.

            Sayangnya, paham ini juga dijadikan panduan dalam merumuskan konsep pendidikan. Laki-laki dan perempuan ditempatkan pada posisi yang sama. Tujuan dan kurikulum pendidikan dibuat sama  antara laki-laki dan perempuan. Semuanya diarahkan agar bisa berkompetisi  untuk mendapatkan pekerjaan.

Bahkan ada yang lebih ekstrim dalam berpikir. Kemajuan pembangunan bangsa – salah satunya -- diukur dari persamaan jumlah laki-laki dan perempuan yang aktif di ruang publik. Perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dianggap tidak bekerja dan tidak patut dibanggakan secara nasional.

Karena itulah, mereka meminta agar perempuan diberikan jabatan-jabatan publik. Mereka bangga bahwa perempuan bisa menjadi Presiden, rektor, menteri, dan sebagainya. Pada peringatan hari-hari tertentu dibangga-banggakan bahwa perempuan tidak lagi hidup seputar dapur dan kasur.

Dunia Perguruan Tinggi dirancang agar menjadikan para mahasiswanya – laki-laki dan perempuan – untuk bekerja. Lulus jurusan ini sudah ditentukan pekerjaannya. Tidak ada kurikulum untuk mendidik perempuan menjadi ibu yang baik. Begitu juga tidak ada kurikulum bagaimana laki-laki nantinya bisa menjadi ayah yang baik.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/wanita-di-barat-diperlakukan-secara-ekstrim,--jangan-kita-ikut-ikutan

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait