Artikel ke-1.565
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Mungkin, saat ini sudah ratusan ribu orang atau bahkan jutaan umat Islam Indonesia yang mengenal nama INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations). Lembaga pengkajian dan gerakan pemikiran Islam ini telah berkiprah di Indonesia selama 20 tahun.
Kisahnya, berawal di bulan Muharram 1424 H (tahun 2003), di Desa Segambut, Kuala Lumpur, Malaysia. Itu berawal dari diskusi-diskusi kecil para mahasiswa International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) asal Indonesia dan sejumlah dosen Indonesia di Kuala Lumpur. Ketika itu, ada Hamid Fahmy Zarkasyi, Dr. Ugi Suharto, pakar Ekonomi Islam alumnus ISTAC yang juga mengajar mata kuliah Sejarah dan Metodologi Hadits di ISTAC.
Ada juga Syamsuddin Arif, Nirwan Syafrin, Muhammad Arifin Ismail, Adnin Armas, Dr. Anis Malik Thoha, Adian Husaini, Haris Susmana, dan sebagainya. Bulan Januari 2023 itu saya baru beberapa hari menginjakkan kaki di Kuala Lumpur untuk memulai perkuliahan di ISTAC.
Ketika itu, Dr. Ugi baru saja merampungkan diskusi via email tentang ”Al-Quran Edisi Kritis” dengan seorang aktivis liberal di Indonesia. Perdebatan ini sudah merupakan salah satu diskusi yang menarik tentang al-Quran.
Sebelum berangkat ke Malaysia, Januari 2003, untuk menempuh program Ph.D. di ISTAC, saya sendiri sudah menulis buku ”Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya” (2002). Ketika menulis buku ini, fokus saya masih sebatas pada kritik terhadap Jaringan Islam Liberal (JIL).
Setelah banyak berdiskusi dengan para mahasiswa dan dosen di ISTAC, saya melihat fenomena yang jauh lebih luas. Dalam peta liberalisasi, JIL ternyata hanyalah sebuah lembaga pengecer ide-ide liberal. Di inilah, saya menemukan framework studi Islam yang kuat dan kokoh dan berakar pada tradisi pemikiran Islam. Cakrawala membangun peradaban Islam melalui budaya ilmu semakin tampak jelas.
Di Kuala Lumpur itu, hampir setiap hari, kami berdiskusi tentang masalah-masalah pemikiran Islam. Dari diskusi-diskusi yang intensif dan bermakna itulah, kemudian muncul dorongan untuk mulai menyebarkan produk-produk pemikiran-pemikiran itu ke Tanah Air, Indonesia.
Ingat semboyan: berpikir besar, berbuatlah dari yang kecil! Sebagai mahasiswa yang hidupnya serba pas-pasan kami mulai meluncurkan buletin INSISTS. Buletin dicetak hanya sekitar 150 eksemplar, dengan tebal 10 halaman. Uangnya urunan. Edisi perdana (Maret 2003/Muharram 1424 H) menurunkan tulisan Gus Hamid Fahmy Zarkasyi berjudul ”Cengkeraman Barat dalam Pemikiran Islam”.
Buletin ini kemudian diedarkan ke Indonesia. Infaq: Rp 2000. Edisi kedua (April 2003/Shafar 1424 H) menurunkan tulisan Syamsuddin Arif berjudul ”Jejak Kristen dalam Islamic Studies”. Sementara itu, diskusi dua mingguan untuk para mahasiswa di Kuala Lumpur, jalan terus. Yang presentasi makalah, bergantian.
Lanjut baca,
20 TAHUN INSISTS: UPAYA MEWUJUDKAN PERADABAN MULIA (adianhusaini.id)