Artikel ke-1.385
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Waktu terasa begitu cepat berlalu. Lima puluh tujuh (57) tahun terasa tidak lama. Kabarnya, 57 tahun lalu, 17 Desember 1965, beberapa hari setelah peristiwa G-30-S/PKI, saya dilahirkan, di Desa Kuncen Padangan Bojonegoro. Tentu saja saya tidak ingat peristiwa itu. Apalagi, peristiwa sebelumnya, ketika di alam arwah saya membuat perjanjian azali dengan Allah “Bukankah Aku Tuhanmu?”, saya menjawab “benar Ya Allah, saya menjadi saksi!” Saya tidak ingat itu. Tapi, Allah mengingatkan dalam Firman-Nya yang suci (QS 7:172).
Maka, sudah sepatutnya saya berjuang untuk menetapi perjanjian azali itu. Saya harus berjuang menemukan Tuhan yang sejati, Allah SWT. Saya harus menemukan-Nya melalui ayat-ayatnya yang tersebar di alam semesta, bahkan di tubuh saya sendiri. Jika saya gagal menemukan dan mengenal Allah, maka saya termasuk kategori lebih hina martabat dibanding binatang. (QS 7:179). Na’udzu billahi.
Saya berlindung kepada Allah, semoga tidak jatuh ke bartabat binatang. Sebab, sebagai manusia, yang dikaruniai qalb, sepatutnya mampu meraih derajat mulia, yaitu derajat taqwa. Berbeda dengan binatang yang memang hanya mengejar syahwat satu ke syahwat lainnya; tak beda dengan kehidupan kaum kafir, yang kerjanya hanya makan-makan dan senang-senang laksana binatang (QS 47:12).
Imam al-Ghazali mengingatkan dalam Minhajul Abidin, bahwa jalan menuju bahagia (maqam sa’adah) itu sangat terjal. Banyak yang gagal, menyerah, berputus asa; lalu merelakan hidup dalam kubangan syahwat hayawani. Saya dan kita semua yang telah mendapat petunjuk tentu hanya punya satu pilihan: jangan putus asa! Terus mendaki, terus mendaki, dan terus mendaki! Jatuh bangun itu biasa. Tapi jangan berputus asa! Sebab, hanya orang kafir yang berputus asa meraih rahmat Allah.
Saya dan kita semua sadar, setan begitu lihai dan berpengalaman dalam menyesatkan jalan menuju kebahagiaan. Pada setiap langkah menuju tangga bahagia, setan menghadang, menawarkan aneka godaan syahwat dunia: harta, pujian, kehormatan, dan semua syahwat yang melingkupi jalan menuju neraka. Moyang setan, Iblis, masih hidup dan sangat berpengalaman dalam bidang penyesatan. Ia mau diusir dari sorga, demi harga diri dan kesombongan. Ia pun bersumpah untuk menyesatkan sebagian besar manusia. Saya dan kita semua, tidak terkecuali menjadi bagian dari sasaran tipu dayanya.
Merujuk kepada perjalanan hidup Rasulullah saw, pada umur 53 tahun beliau melakukan hijrah ke Madinah; sebuah lompatan besar dalam sejarah kehidupan beliau; meninggalkan masyarakat jahiliyah menuju pada tata kehidupan baru yang berpegang teguh pada nilai-nilai agama Islam (Madinah).
Inilah titik-titik menentukan dalam kehidupan. Yang pasti, hijrah secara kejiwaan, melakukan proses tazkiyatun nafs, wajib terus dilakukan; hijrah dari jiwa yang resah gelisah penuh bercak noda sifat-sifat tercela menuju jiwa yang bersih dihiasi sifat-sifat mahmudah. Itu harapan dan cita-cita yang wajib bagi saya dan kita semua untuk terus kita perjuangkan.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/57-tahun-terlewati,-semoga-meraih-bahagia-sejati