(Artikel ke-1.266)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Menyambut peringatan 77 tahun Kemerdekaan RI, pada 16 Agustus 2022, saya menyampaikan Pidato Tasyakkur Kemerdekaan. Acara yang digelar secara online itu berlangsung cukup semarak, dihadiri oleh lebih dari 500 peserta.
Mengapa kita patut bersyukur atas nikmat kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SWT? Jawabnya, kemerdekaan Indonesia adalah cita-cita dan perjuangan para ulama Islam selama beratus tahun dalam mengusir penjajah dari bumi Nusantara.
Sekedar sejumlah contoh. Pada abad ke-17, tampil ulama besar, Syekh Yusuf al-Maqassari (1037-1111 H/1626-1699M) dalam perjuangan mengusir penjajah. Syekh Yusuf bukan hanya mengajar dan menulis kitab-kitab keagamaan, tetapi juga memimpin pasukan melawan penjajah Belanda. Ia bahkan pergi ke Jawa untuk melanjutkan perjuangannya. Tahun 1683, setelah tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf memimpin kurang lebih 4000 pasukan di hampir seluruh wilayah Jawa Barat.
Pada abad ke-18, tampil pula ulama besar dari Palembang, bernama Syekh Abd al-Shamad al-Falimbani (1704-1789). Ia dikenal sebagai ulama paling terkemuka dari wilayah Palembang. Meskipun menetap Mekkah, Syekh Abd al-Shamad memiliki kepedulian yang kuat terhadap kondisi Nusantara dan mendorong kaum Muslim untuk melaksanakan jihad melawan penjajah. Sebuah kitab berbahasa Arab tentang keutamaan jihad fi-sabilillah ditulisnya dengan judul, Nashihah al-Muslim wa-Tadzkirah al-mu’minin fi-Fadhail al-Jihad fi-Sabilillah wa-Karamah al-Mujahidin fi-Sabilillah. Kitab ini sangat berpengaruh dalam menggelorakan semangat perlawanan melawan penjajah.
Abad ke-19, tampil pemimpin besar dalam melawan penjajah, yaitu Pangeran Diponegoro, yang dibantu Kyai Mojo dan banyak ulama lain. Perang Diponegoro merupakan Perang terbesar di Pulau Jawa dalam melawan penjajah. Di zaman Presiden Soekarno, pernah diadakan acara Peringatan 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, di Istana Negara, pada tanggal 8 Januari 1955.
Ketika itu, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang menyatakan: “Diponegoro adalah satu figur yang besar, satu ulama yang linuhung, satu orang yang takut kepada Allah s.w.t., orang yang beragama Islam, yang cinta pada agama Islam itu, dan tidak berhenti-henti dia mengemukakan bahwa salah satu tujuan beliau, agungnya agama Islam ini. (Lihat buku Pahlawan Diponegoro terbitan Kementerian Penerangan RI, tahun 1955).
Pada abad ke-20, tampil pula para ulama dan tokoh Islam yang gigih melakukan perlawanan terhadap penjajah. Politik Etis penjajah yang dimulai pada 1901, dilakukan untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya, melalui pendidikan. Politik Etis ini dihadapi oleh para pejuang Islam dengan cara mendirikan pondok-pondok, sekolah-sekolah, dan gerakan (organisasi) Islam.
Lanjut baca,