BEGINILAH KESALAHAN FATAL SEBUAH DISERTASI

BEGINILAH KESALAHAN FATAL SEBUAH DISERTASI

Artikel Terbaru ke-2.161

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Menulis sebuah disertasi – bagi banyak mahasiswa S3 – tentu bukan hal mudah. Disertasi memerlukan proses panjang sampai bisa diluluskan. Sebelum diujikan secara terbuka, biasanya sudah berkali-kali mengalami proses bimbingan, ujian, dan perbaikan. Meskipun sudah dianggap memenuhi standar, kualitas disertasi biasanya memang berbeda-beda, tergantung pada kemampuan mahasiswanya.

Sudah menjadi kebiasaan dalam dunia akademik, bahwa salah satu tuntutan diluluskannya suatu disertasi adalah ditemukannya konsep baru. Ada novelty dalam disertasi itu, yang berbeda dengan konsep-konsep sebelumnya. Plagiarisme tidak dapat ditoleransi.

Suatu disertasi bisa saja ada kelemahan dan kesalahan dalam metodologi, kecukupan data, dan kedangkalan analisis. Tetapi, di program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, kesalahan disertasi yang dipandang paling fatal adalah jika ia menghasilkan konsep atau teori yang salah, yang bertentangan dengan ajaran Islam, atau yang merusak ukhuwah Islamiyah.

Apalagi, jika disertasi itu memuat pemikiran-pemikiran yang merusak aqidah dan akhlak mulia. Para penguji biasanya sangat kritis dalam memberikan penilaian terhadap isi disertasi. Para penguji dan pembimbing merasa bertanggung jawab di hadapan Allah nanti jika membiarkan disertasi yang memuat pemikiran-pemikiran yang salah itu sampai diluluskan.

Pemikiran atau teori yang salah akan berdampak pada kerusakan ilmu dan perilaku seseorang dan masyarakat. Imam al-Ghazali, dalam kitabnya, Ihya Ulumddin, menekankan pentingnya masalah ilmu dan akhlak.

Ia membuka Kitabnya itu dengan “Kitabul Ilmi” dan sangat menekankan pentingnya aktivitas dakwah ’amar ma’ruf nahi munkar’. Aktivitas “amal ma’ruf dan nahi munkar”, kata al-Ghazali,  adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar’  hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajelela, satu negeri akan binasa. Begitu juga  umat secara keseluruhan.

Para doktor adalah orang-orang yang telah menempuh jenjang pendidikan formal tertinggi, sehingga mereka harus memiliki ilmu yang benar dan bersemangat dalam memperjuangkan tegaknya kebenaran. Para doktor itu jangan sampai memiliki dan menyebarkan ilmu yang salah, yang sejatinya merupakan bentuk kemunkaran.

Rasulullah saw bersabda: “Termasuk diantara perkara yang  aku khawatirkan atas umatku adalah tergelincirnya orang alim (dalam kesalahan) dan silat lidahnya orang munafik tentang al-Quran.” (HR Thabrani dan Ibn Hibban).

            Kerusakan ilmu – apalagi yang terkandung dalam sebuah disertasi – dapat memberikan dampak besar terhadap kerusakan masyarakat. Kitab Ihya’ Ulumuddin, dengan makna “Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama” menjelaskan bahwa ilmu-ilmu agama ketika itu sudah mati, sehingga perlu dihidupkan.

Al-Ghazali dan para ulama ketika itu berusaha keras membenahi cara berpikir ulama dan umat Islam serta menekankan pada pentingnya aspek amal dari ilmu, sehingga jangan menjadi ulama-ulama yang jahat. Sebab, ilmu yang rusak, dan ulama yang jahat, adalah sumber kerusakan bagi masyarakat.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/beginilah-kesalahan-fatal-sebuah-disertasi

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait