Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Hari-hari ini, ruang WA di HP kita mungkin dipenuhi dengan berita tentang kematian saudara, teman, tokoh masyarakat, pejabat, juga ulama. Di lingkungan Dewan Dacwah Islamiyah Indonesia (DDII), beberapa ulamanya juga dipanggil Allah SWT dalam waktu singkat, hanya dalam beberapa hari.
Di jajaran Pembina dan tokoh DDII, berturut-turut wafat Allahyarham KH Misbah Malim, H. Muhammad Siddik, KH Amin Noer, dan KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii. Setelah itu, menyusul pula ulama yang dekat dengan DDII, yaitu KH Dr. Luthfi Fathullah. Beliau dikenal sebagai ulama muda yang kreatif dan sangat dinamis dalam mengembangkan berbagai proyek dakwah dan keilmuan, khususnya dalam bidang ilmu hadits.
Belum lagi, berita-berita duka yang terus mengalir. Ratusan ulama di seantero Nusantara wafat di tengah-tengah musibah pandemi Covid-19 yang terus meningkat. Ada yang menyebut jumlahnya sudah lebih dari 500 orang. Tentu saja, tidak mudah mengkonfirmasi jumlah yang tepat. Yang jelas, jumlahnya banyak sekali.
Berapa pun jumlah ulama yang dipanggil Allah SWT, kita memahami peran ulama begitu penting dalam menjaga eksistensi dan kebangkitan umat. Dalam ajaran Islam, ulama menempati posisi sentral. Kata Rasulullah saw: "Ulama adalah pewaris para nabi" (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah). Nabi juga memposisikan para ulama laksana bintang yang menjadi tempat umat mendapat bimbingan dan petunjuk.
Karena itu, Rasulullah saw memberi amanah kepada para ulama untuk menjaga agama ini. Tentu saja, itu harus mereka lakukan dengan cara menjaga keilmuan Islam dengan baik. Bahkan, Rasulullah saw mengingatkan akan datangnya satu zaman yang penuh dengan fitnah dan banyaknya orang-orang jahil yang memberi fatwa.
Lanjut baca,