Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ingatlah satu teori penting dari Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahwa akar krisis yang menimpa umat Islam adalah ‘loss of adab’. Ini terjadi akibat kekacauan ilmu (confusion of knowledge).
Kekeliruan konsep ilmu di dunia pendidikan Tinggi di Indonesia telah melahirkan dua kondisi yang memprihatinkan: (a) Terjadi ignorance (kebodohan) terhadap ilmu-ilmu agama. Banyak kampus yang melahirkan sarjana-sarjana muslim yang nyaris buta terhadap ilmu-ilmu fardhu ’ain sepanjang hidupnya. (b) Terjadi confusion (kekacauan ilmu). Berbagai Perguruan Tinggi melahirkan sarjana-sarjana agama yang keliru ilmunya yang kemudian disebarkan ke tengah masyarakat.
Lebih parah lagi, saat paham relativisme kebenaran merasuki bidang studi ilmu-ilmu Islam. Akibatnya, lahirlah sejumlah sarjana yang tidak lagi meyakini kebenaran agamanya. Adalah bencana besar jika para cendekiawan yang belajar al-Quran justru menjadi penentang al-Quran. Tentu musibah bagi umat, jika banyak sarjana syariat yang justru anti-syariat.
Fenomena kerusakan ilmu ini, menurut Prof. Naquib al-Attas, disebut juga sebagai “corruption of knowledge’’ alias ”korupsi ilmu”. Korupsi ilmu jauh lebih dahsyat akibatnya dibandingkan dengan korupsi harta. Sebab, ’korupsi ilmu’ akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang salah dan berkelanjutan.
Sabda Rasulullah saw: Bahwasanya Allah SWT tidak akan mencabut ilmu dengan sekaligus dari manusia. Tetapi Allah menghilangkan ilmu agama dengan mematikan para ulama. Apabila sudah ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih orang-orang bodoh sebagai pemimpinnya. Apabila pemimpin yang bodoh itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR Muslim).
Hegemoni pragmatisme dan materialisme dalam dunia pendidikan, tak ayal lagi merupakan salah satu sumber kerusakan di tengah masyarakat. Orang belajar ilmu bukan karena mencintai ilmu itu sendiri, tetapi karena memandang ilmu sebagai komoditas yang harus diperdagangkan. Akibatnya, setelah menjadi sarjana, dia akan berhenti aktivitas keilmuannya.
Kerusakan niat dan motivasi dalam menuntut ilmu inilah yang sejak lama diperingatkan oleh Imam al-Ghazali dalam Kitabnya, Bidayatul Hidayah. Kata al-Ghazali, jika seseorang menuntut ilmu untuk tujuan-tujuan mencari keuntungan dunia, maka sejatinya, dia telah berjalan untuk menghancurkan agamanya, merusak dirinya sendiri, dan gurunya. Karena ilmu harus diabdikan untuk ibadah kepada Allah.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/budaya-ilmu-dan-budaya-gincu