Artikel ke-1.701
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Al-Quran menyebutkan bahwa kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) memang tidak sama. Banyak yang degil dan enggan menerima kebenaran Islam. Ada juga yang benci sekali terhadap Islam dan kaum muslim. Tetapi, ada beberapa Yahudi yang kemudian beriman dan memeluk agama Islam, tetapi jumlahnya sedikit (QS al-Baqarah:88). Sebagian besar mereka fasik. (QS 3:110).
Salah satunya adalah Margareth Marcus, seorang Yahudi Amerika yang kemudian memeluk Islam. Bahkan, ia menjadi salah satu cendekiawan yang hebat. Setelah masuk Islam, ia berganti nama menjadi Maryam Jameela. Kisah hidup Maryam Jameela dapat dibaca dalam buku Surat Menyurat Maryam Jamilah –Maududi (Bandung: Mizan, cet. Ke-4, 1990).
Ketekunan Margareth Marcus dan kesungguhannya untuk mempelajari berbagai agama dan pemikiran-pemikiran modern akhirnya mengantarkannya menjadi seorang Muslimah. Ia kemudian juga penulis banyak buku yang cukup bermutu. Sejak remaja, Margareth Marcus sudah berbeda dengan kebanyakan teman sebayanya. Dia sama sekali tidak menyentuh rokok atau minuman keras. Pesta-pesta dan dansa-dansa pun dia jauhi. Ia hanya tertarik dengan buku dan perpustakaan.
Ia bercerita tentang kisah ketertarikannya kepada Islam. Pada tahun kedua di Universitas New York, Margareth mengikuti mata kuliah tentang Yudaisme dan Islam. Dosennya seorang pendeta (rabbi) Yahudi. Pada setiap kuliah, sang dosen selalu menjelaskan, bahwa segala yang baik dalam Islam sebenarnya diambil dari Perjanjian Lama (Bibel Yahudi), Talmud, dan Midrash. Kuliah itu juga diselingi pemutaran film dan slide propaganda Zionis.
Tapi, kuliah yang menyudutkan Islam itu justru berdampak sebaliknya bagi Margareth. Dia justru semakin melihat kekeliruan ajaran Yahudi dan semakin tertarik dengan Islam. Dalam suratnya kepada Abul A’la al-Maududi (seorang ulama besar Pakistan), Margareth Marcus menulis: ”Walaupun kenyataannya di dalam kitab Perjanjian Lama terdapat konsep-konsep universal tentang Tuhan dan cita moral luhur seperti yang diajarkan oleh para nabi, tetapi agama Yahudi selalu mempertahankan karakter kesukuan dan kebangsaan. Dan meskipun di dalamnya terdapat idealisme luhur, namun kitab suci agama Yahudi itu bagaikan buku sejarah orang Yahudi saja layaknya – sejarah ketuhanan dan kebangsaannya... Sebagian besar pemimpin Yahudi memandang Tuhan sebagai super agen real estate yang membagi-bagikan lahan untuk keuntungan mereka sendiri... Betapa pun unggulnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Israel, namun saya yakin kemajuan material yang dikombinasikan dengan moralitas kesukuan bangsa ”terpilih” ini adalah suatu ancaman yang amat besar bagi perdamaian dunia.”
Margareth Marcus kemudian memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Dalam salah satu tulisannya, Margareth menulis: ”... saya percaya bahwa Islam adalah jalan hidup yang unggul dan merupakan satu-satunya jalan menuju kebenaran.” Namun, ia mengaku keheranan, banyak orang Islam sendiri yang tidak meyakini keunggulan Islam. Ia menulis tentang hal ini: ”Berkali-kali saya bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Islam yang belajar pada universitas-universitas di New York yang berusaha meyakinkan saya bahwa Kemal Attaturk adalah orang Islam yang baik, dan bahwa Islam harus menerima kriteria filsafat kontemporer, sehingga bila ada akidah Islam dan periabadatannya yang menyimpang dari kebudayaan Barat modern, maka hal itu harus dicampakkan. Pemikiran demikian dipuji sebagai ”liberal”, ”berpandangan ke depan”, dan ”progresif”. Sedang orang-orang yang berpikiran seperti kita dicap sebagai ”reaksioner dan fanatik”, yakni orang-orang yang menolak untuk menghadapi kenyataan masa kini.”
Lanjut baca,
GARA-GARA DOSENNYA MENJELEKKAN ISLAM, YAHUDI INI JUSTRU MASUK ISLAM (adianhusaini.id)