HAFAL AL-QURAN TETAPI TIDAK MINAT BELAJAR ILMU AGAMA, APAKAH SALAH

HAFAL AL-QURAN TETAPI TIDAK MINAT BELAJAR  ILMU AGAMA, APAKAH SALAH

 

Artikel Terbaru ke-2.173

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Di berbagai kunjungan ke banyak pesantren tahfidzul Quran saya menyampaikan pentingnya kita memiliki adab terhadap al-Quran. Imam an-Nawawi, dalam Kitabnya, at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran, menyebutkan beberapa adab terhadap al-Quran, yaitu: mengimani, membaca dengan benar, menghafal, memahami, mentadabburi, menerapkan, dan membela al-Quran.

            Al-Quran diturunkan sebagai “hudan” (petunjuk/pembimbing) kehidupan manusia. Karena itulah, kurikulum pendidikan al-Quran harus dilakukan secara komprehensif, sesuai dengan adab-adab terhadap al-Quran. Dengan itu, insyaAllah, pembelajaran al-Quran dan ilmu-ilmu agama akan terasa lezat.

            Janganlah para santri hanya disuruh menghafal al-Quran, tetapi tidak diberikan pemahaman tentang konsep-konsep pokok dalam al-Quran, yang diperlukan untuk mengatasi problematikan kehidupan. Padahal, menghafal hanya salah satu adab terhadap al-Quran.

            Lebih parah lagi, jika para santri juga diberikan pembelajaran yang bahan ajarnya bertentangan dengan konsep-konsep pokok al-Quran. Misalnya, al-Quran menempatkan kecintaan kepada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya sebagai kecintaan tertinggi yang harus dilakukan setiap muslim. Al-Quran menjadikan akhirat sebagai tujuan utama kehidupan.

Al-Quran juga menjelaskan bahwa dunia ini adalah kesenangan yang menipu manusia. Kita diperintahkan untuk mengejar akhirat, tetapi jangan melupakan dunia.  Al-Quran mengajarkan bahwa manusia yang paling mulia adalah yang taqwa. Dan jalan hidup yang harus diikuti adalah jalan hidup para Nabi, para pejuang di jalan Allah, dan orang-orang yang shaleh.

Konsep-konsep pokok dalam al-Quran itu harus disampaikan kepada para pelajar agar mereka memiliki pandangan alam (worldview) yang benar, sesuai dengan al-Quran. Adalah ironis, jika ada yang menghafal al-Quran 30 juz, tetapi tidak memiliki pola pemikiran seperti al-Quran. Apalagi, jika ia memiliki pemahaman yang bertentangan dengan al-Quran, karena pikiranya dijejali dengan ilmu-ilmu yang salah.

            Karena itu, pengelola lembaga pendidikan Islam harus sangat selektif dalam memilih bahan ajar. Ilmu ibarat makanan. Ilmu fardhu ain laksana makanan pokok. Ilmu fardhu kifayah ibarat obat yang tidak perlu dikonsumsi secara rutin. Nah, ilmu-ilmu yang merusak pemikiran, tidak boleh diajarkan, atau setidaknya diajarkan dengan cara disebutkan kesalahannya.

            Rasulullah saw menjelaskan, bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya. Dan beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak. Dengan kriteria kemajuan utama pada akhlak mulia, maka pelajar akan memahami bahwa Negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw tahun 622 M, adalah sebuah negara maju. Negara Nabi itu merupakan negara ideal dalam perspektif peradaban Islam. 

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/hafal-al-quran-tetapi-tidak-minat-belajar--ilmu-agama,-apakah-salah

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait