Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tahun 1944, setelah keperkasaan militernya mulai menurun di berbagai belahan dunia, Jepang kemudian memberikan janji-janji kemerdekaan kepada sejumlah negara jajahannya. Termasuk kepada Indonesia.
Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso mengumumkan janji kemerdekaan kepada Indonesia. Umat Islam menyambut gembira janji PM Jepang itu. Beberapa hari kemudian, pada tanggal 13-14 September 1944, umat Islam menggelar apel akbar di Taman Amir Hamzah Jakarta, yang dihadiri sejumlah tokoh Islam, seperti KH A. Wachid Hasjim, KH Mukti, dan KH A. Kahar Muzakkir.
Tokoh Muhammadiyah KH Abdul Kahar Muzakkir menyampaikan pidato dalam apel akbar umat Islam: "Pada saat-saat ini terbayang-bayanglah di muka kita sejarah Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya, Muhajirin dan Anshar di Madinah, ketika mereka menyelenggarakan Negara Islam dengan bekerja bersama-sama pihak-pihak luar Islam disana. Pada tahun kemudiannya, tibalah saat kemenangan mereka dalam pertempuran Badar Besar. Saya bertanya dalam hati saya, apakah sejarah yang gilang gemilang itu akan terulang di Tanah Air kita yang tercinta ini? Mudah-mudahanlah hendaknya."
Jadi, seperti disampaikan oleh KH Abdul Kahar Muzakir, begitulah harapan umat Islam Indonesia ketika itu terhadap kemerdekaan Indonesia. Harapan mereka begitu tinggi. Bahwa, Indonesia merdeka nantinya akan menjadi satu negara hebat, seperti Negara Nabi di Madinah, yang dalam waktu singkat tampil menjadi embrio peradaban besar. Rasulullah saw berhasil mendirikan satu negara terbaik, yang memiliki konstitusi negara tertulis pertama di dunia (Piagam Madinah).
Negara Nabi di Madinah itu merupakan model negara ideal yang digambarkan dalam QS al-A'raf ayat 96. Yakni, negara yang masyarakatnya beriman dan bertaqwa, sehingga Allah kucurkan berkah dari langit dan bumi. Di negara Madinah itulah masyarakat memiliki ciri-ciri sebuah peradaban tinggi, seperti budaya ilmu yang tinggi, ketaatan hukum, kedisiplinan, kepemimpinan yang terpercaya, saling mengasihi dan saling tolong-menolong antar sesama, dan memiliki kesiapan perang menghadapi berbagai ancaman dari dalam dan dari luar.
Maka, dalam waktu hanya lima tahun setelah Rasulullah saw wafat, pada tahun 636 M, umat Islam sudah mampu mengalahkan Romawi dan membangun peradaban tinggi di Kota Jerusalem. Penulis Inggris yang juga mantan Biarawati, Karen Armstrong menggambarkan kehebatan umat Islam yang memelopori penaklukan damai di Kota Jerusalem. Saat kota itu ditaklukkan, tulis Karen Armstrong, di sana tidak ada pembunuhan, tidak ada pengusiran penduduknya, tidak ada penghancuran rumah ibadah agama lain, juga tidak ada pemaksaan orang non-muslim untuk masuk Islam.
Bukan hanya itu. Tahun 711 M (75 tahun setelah umat Islam menaklukkan Romawi di Jerusalem), umat Islam mulai memasuki Andalusia dan memimpin Andalusia sampai 1492 M. Jadi, selama hampir 800 tahun, umat Islam 'memimpin' Eropa dan kawasan Laut Tengah.
Bahkan, selama umat Islam memimpin Andalusia, kaum Yahudi juga menikmati zaman keemasan di wilayah Muslim tersebut. Kejayaan Yahudi di bawah Islam ditulis banyak penulis Yahudi dan Kristen. Karen Armstrong, dalam bukunya, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London: Harper Collins Publishers, 1997). menulis: "Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in al-Andalus."
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/harapan-tokoh-dunia-islam-untuk-indonesia-merdeka