HEGEMONI MEDIA SOSIAL: BISA MENJADI BERKAH ATAU JADI BENCANA

HEGEMONI MEDIA SOSIAL:  BISA MENJADI BERKAH ATAU JADI BENCANA

 

 Artikel ke-1.524

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

Media sosial saat ini memang menjadi rujukan utama dalam mendapatkan informasi. Media sosial telah menggeser peran media cetak dan televisi sebagai sumber informasi. Mengutip laporan dari Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang bertajuk Status Literasi Digital di Indonesia 2022, media sosial mendapatkan persentase responden sebanyak 72,6 persen.

            Televisi menempati posisi kedua dalam daftar sumber informasi yang paling banyak diakses pada tahun 2022 dengan persentase responden mencapai 60,7 persen. Lalu, disusul oleh berita online dengan persentase 27,5 persen, media cetak (koran, majalah, dan lainnya) dengan 21,7 persen, situs web 14 persen, serta radio dengan 2,9 persen.

(https://goodstats.id/article/medsos-jadi-sumber-informasi-masyarakat-indonesia-terbesar-2022-O7mtR).

            Di zaman serba internet saat ini, informasi begitu melimpah. Bisa dikatakan, setiap individu kini bisa berperan sebagai wartawan, bahkan sebagai satu institusi media (citizen journalism).  Di era seperti ini, bisa dipahami jika informasi yang beredar di tengah masyarakat, banyak yang belum diverifikasi secara akurat.

            Karena itulah, perlu sikap yang sangat cermat dan berhati-hati dalam menerima berita dan tidak mudah untuk menyebarkannya. Khususnya dalam soal Pilpres dan capres 2024, kini beredar ribuan informasi tentang sosok dan aktivitas para capres, berupa video-video singkat. Bermacam-macam isinya.

Saya berpamitan dari sebuah group WA karena mulai beredar video-video yang memojokkan salah satu capres. Masalahnya, saya tidak sempat mengklarifikasi, apakah berita-berita dalam video itu benar atau tidak. Khawatir itu hasil editing yang tidak tepat, atau bahkan rekayasa gambar yang menyimpang dari fakta aslinya.

Pada pilpres 2019, sejumlah orang terjebak dalam menyebarkan berita hoax, dan akhirnya berurusan dengan hukum. Bahkan, ada mantan menteri pakar IT yang akhirnya dijebloskan ke dalam penjara. Itu hukum di dunia. Di akhirat, tindakan kezaliman terhadap seseorang pasti akan mendapat balasan.

Perlu dicatat, bahwa berita – baik teks, foto, suara atau video – bukanlah fakta yang sebenarnya. Tapi, semua itu adalah “realitas semu”, yang merupakan hasil rekayasa sumber informasi (media).  Dalam dunia jurnalistik, masalah ini sudah lazim dipahami. Berita itu tidak sama dengan fakta, meskipun berita itu benar.

Yang patut dikhawatirkan adalah kita tidak berlaku adil, sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT: “… dan janganlah kebencianmu kepada suatu kaum menyebabkan kamu tidak dapat berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.”  (QS al-Maidah: 8).

Di sinilah pentingnya kita melakukan tabayyun atau cek dan ricek, agar berita yang kita terima dapat dipastikan kebenaran dan manfaatnya untuk dipercaya dan disebarkan. Bagi kaum muslim, memilih pemimpin adalah urusan agama. Bagi muslim, tugas utama pemimpin (negara) adalah melindungi dan mendidik rakyatnya agar selamat dan bahagia, dunia dan akhirat.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/hegemoni-media-sosial:--bisa-menjadi-berkah-atau-jadi-bencana

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait