JANGAN MEREMEHKAN ILMU-ILMU FARDHU AIN, SEPERTI AQIDAH, ILMU DAN SEJARAH

JANGAN MEREMEHKAN ILMU-ILMU FARDHU AIN,  SEPERTI AQIDAH, ILMU DAN SEJARAH

 

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ada satu rumus penting yang disebutkan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahwa pendidikan menurut Islam, adalah:  “pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu  di dalam tatanan wujud, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud tersebut.”

            Jadi, itulah pendidikan! Yakni, proses untuk mengenal (recognition) dan mengakui (acknowledgement).  Menurut Prof. al-Attas, kenal itu ma’rifat. Bukan sekedar tahu, tapi kenal. Misalnya, saya tahu, ada tetangga baru, namanya Suroto. Tapi, saya belum mengenalnya dengan baik. Setelah berinteraksi sekian lama, saya semakin mengenalnya. Makin dekat, akan semakin kenal.

            Raja Ali Haji, dalam Gurindam 12 pasal pertama, menyebut empat hal yang harus dikenal manusia agar ia menjadi orang yang “ma’rifat”. //Barang siapa mengenal yang empat, ia itulah orang yang ma’rifat.//Barangsiapa mengenal Allah, maka suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.//      Barangsiapa mengenal diri, sungguh ia telah mengenal Tuhan Yang Bahri.//Barangsiapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang terperdaya.//Barangsiapa mengenal akhirat, tahulah ia dunia itu mudharat.

            Mengenal “yang empat” itu termasuk ilmu yang fardhu ain. Maka, dalam pendidikan, jangan sampai hal itu dilewatkan atau tidak dipahamkan secara serius kepada para santri, pelajar, atau mahasiswa. Jangan sampai mereka tidak atau kurang paham, atau bahkan salah paham. Akibatnya bisa fatal. Mereka menjadi tidak mengenal hakikat dunia, sehingga terkena penyakit “cinta dunia” yang merupakan pangkal segala kerusakan. Ujungnya, akan menjadi manusia serakah dan tamak dunia. Itulah awal bencana bagi diri dan masyarakatnya.

            Contoh lain ilmu fardhu ain adalah “ilmu tentang ilmu”.       Kepada para tamu yang melakukan studi banding ke Pesantren at-Taqwa Depok, saya menyebutkan sejumlah kitab tentang konsep dan adab ilmu yang diajarkan di Pesantren at-Taqwa Depok, mulai jenjang SMP dan SMA, seperti:  kitab Risalah Dua Ilmu karya Sayyid Utsman, Kitab Adabul Alim wal-Muta’allim karya KH Hasyim Asy’ari, Kitab Ta’limul Muta’allim karya al-Zarnuji, Kitab Bidayatul Hidayah dan Ihya’ Ulumiddin bab Ilmu, karya Imam al-Ghazali, dan lain-lain.

            Berdasarkan pengalaman, beberapa kali acara kajian di kalangan mahasiswa saya bertanya kepada mereka, “Nabi Muhammad saw memerintahkan kita mencari ilmu.  Bahwa, mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Apa arti ilmu yang diwajibkan untuk kita cari?”

            Biasanya, jarang sekali yang bisa menjawab pertanyaan itu dengan tepat. Dalam satu kajian di Depok, saya tanya kepada para mahasiswa, “Jadi, anda kuliah di kampus ini sudah memenuhi kewajiban mencari ilmu atau belum?”

            Mereka pun tidak berani menjawab dengan tegas! Itu bisa dimaklumi. Sebab, memang sejak mereka duduk dibangku TK sampai menjadi mahasiswa, mungkin mereka belum belajar tentang konsep ilmu dalam Islam. Mereka juga belum belajar apa itu makna pendidikan dalam Islam.

            Biasanya, para siswa dan orang tua punya persepsi, bahwa kesuksesan pendidikan anak adalah ketika anak bisa bersekolah di sekolah-sekolah favorit, lalu berlanjut sampai kuliah di Perguruan-perguruan Tinggi favorit. Lazimnya, yang dianggap favorit adalah yang para lulusannya bisa mendapatkan pekerjaan yang diduga kuat menghasilkan banyak uang.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jangan-meremehkan-ilmu-ilmu-fardhu-ain,--seperti-aqidah,-ilmu-dan-sejarah

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait