“JIWA CERDAS”  PASCA RAMADHAN

“JIWA CERDAS”  PASCA RAMADHAN

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.net)

Ibn Qayyim al-Jauziyah (Ibnul Qayyim) membuat rumusan penting tentang jiwa yang cerdas, yakni jiwa yang kenal Tuhannya, Cinta Tuhannya, dan Taat pada Tuhannya. Jiwa cerdas semacam itu hanya bias diraih melalui proses perjuangan yang berat, yang dalam Islam dikenal dengan istilah “tazkiyyatun nafs” (pembersihan jiwa). “Sungguh telah meraih kemenangan, orang yang mensucikan (jiwa)nya, dan merugikan orang yang mengotorinya.” (QS 91:9-10).

            Nabi Muhammad saw bersabda: “Allah SWT berfirman bahwa sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif, kemudian datanglah setan kepada mereka, maka kemudian setan pun menyelewengkan mereka dari agama mereka.” (HR Muslim).

            Jiwa manusia memang diberi kemampuan oleh Allah untuk memilih yang baik dan yang buruk. (QS 91:8). Maka, beruntunglah orang yang mau mensucikan jiwanya, dan merugilah orang yang mengotori jiwanya. Imam Ibn Katsir, dalam tafsirnya, menjelaskan, bahwa maksud mensucikan jiwa adalah menjalankan ketaatan kepada Allah SWT. Ada doa khusus yang dibaca Rasulullah saw saat membaca ayat ini: “Allahumma Ẩti nafsiy taqwâhâ Anta waliyyuhâ wa-mawlâhâ wa khayru man zakkâhâ.” (Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaannya, Engkaulah wali dan Tuannya; dan Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya).

            Manusia adalah makhluk yang terdiri atas jiwa dan raga. Keduanya merupakan satu kesatuan yang unik dalam membentuk sosok bernama “manusia”.  Islam tidak mengenal pemisahan yang ekstrim antara tubuh dan jiwa, sehingga ibadah dalam Islam juga memadukan dimensi  jiwa dan raga. Sholat, haji, puasa, dan sebagainya, merupakan paduan yang harmonis dan unik antara aspek jiwa dan raga. Dalam shalat, orang diwajibkan suci lahir dari hadats dan najis. Secara batin, dia pun harus suci dari penyakit jiwa, seperti riya’ dan ujub. Puasa dalam Islam adalah ibadah yang secara ketat melatih badan untuk tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Namun, pada saat yang sama, puasa harus didasarkan pada aspek kejiwaan, seperti niat yang ikhlas karena Allah. Begitu pula berbagai jenis ibadah lainnya.

Islam tidak mengenal pemisahan yang ekstrim antara jiwa dan raga, sebagaimana pandangan sebagian kaum sekuler yang menganggap bahwa dosa manusia adalah semata-mata karena dosa kejiwaan.

            Konsep separasi jiwa-raga semacam itu, sangat berbeda dengan konsep pembinaan jiwa Islam. Seorang yang melacurkan tubuhnya, misalnya, tetap dipandang berdosa dan mengotori jiwanya, meskipun ia melacur demi membantu ekonomi keluarganya. Laki-laki dan perempuan yang berzina, meski tidak saling merugikan,  tetap merupakan kejahatan serius dalam Islam. Sama halnya, tangan yang mencuri harta orang lain, tetap dipandang berdosa, meskipun ia mengaku jiwanya tetap suci selama mencuri, sebab ia mencuri untuk tujuan pembangunan musholla.

lanjut Baca,

http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jiwa-cerdas-pasca-ramadhan

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait

Tinggalkan Komentar