Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 13 Juli 2020 lalu, sebuah situs berita nasional memuat sebuah berita berjudul: “10 Juta Anak Mungkin Tak Bisa Kembali ke Sekolah Setelah Pandemi Covid-19...” Kondisi itu, menurut Save the Children, merupakan darurat pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. (kompas.com).
Save the Children memperingatkan, 9,7 juta anak-anak terkena dampak penutupan sekolah dengan risiko tidak akan kembali ke bangku pendidikan. Badan amal Inggris itu mengutip data UNESCO yang menunjukkan bahwa pada April 2020, sebanyak 1,6 miliar anak dikeluarkan dari sekolah dan universitas karena langkah-langkah yang berhubungan dengan Covid-19.
Jumlah ini sekitar 90 persen dari seluruh populasi siswa di dunia. "Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, seluruh generasi anak-anak di seluruh dunia mengalami gangguan pendidikan," tulis laporan seperti dilansir dari CNA, 13 Juli 2020.
Disebutkan, jatuhnya ekonomi akibat krisis ini memaksa 90 hingga 117 juta anak-anak ke dalam kemiskinan. Hal ITU menyebabkan antara 7-9,7 juta anak putus sekolah secara permanen. Pada saat yang sama, badan amal ini memperingatkan bahwa krisis dapat menyebabkan kekurangan anggaran pendidikan sebesar 77 miliar dollar AS di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada akhir tahun 2021.
"Sekitar 10 juta anak mungkin tidak pernah kembali ke sekolah. Ini merupakan darurat pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pemerintah harus segera berinvestasi dalam pendidikan," ujar kepala eksekutif Save the Children, Inger Ashing.
*****
Berita itu patut kita cermati. Sebab, di Indonesia, dampak pandemi Corona pun telah dirasakan oleh para murid, santri, orang tua, guru, dosen, dan juga lembaga-lembaga pendidikan. Sejumlah sekolah dikabarkan tutup. Banyak kampus pun mulai kesulitan pembiayaan.
Lanjut baca,