Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Buku "Rihlah Ilmiah" Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud terbit lagi untuk edisi kedua. Edisi perdana yang terbit tahun 2012, sudah habis. Tidak banyak buku jenis biografi pemikiran yang dicetak ulang. Tapi, itu tidak berlaku untuk Rihlah Ilmiah Wan Mohd Nor ini. Buku ini memang beda.
Judul lengkap buku ini adalah: "Rihlah Ilmiah Wan Mohd Nor Wan Daud dari Neo-Modernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer". Penerbitnya RZS CASIS-UTM dan YPI At-Taqwa Depok. Kata kunci dari buku ini adalah "Rihlah Ilmiah" (Perjalanan Ilmiah) sosok intelektual asal Negeri Kelantan Malaysia, bernama Wan Mohd Nor Wan Daud.
Wan Mohd Nor ditakdirkan Allah SWT untuk mengenyam pendidikan Islam tradisional di Kelantan, Malaysia. Sebelum bertemu gurunya, Fazlur Rahman, di Chicago University, ia sempat mengaji dan berinteraksi ke beberapa ulama lokal yang integritas tinggi. Di rumah, ia menjalani proses pendidikan keluarga yang baik dan bersahaja oleh kedua orang tuanya. Sejak remaja, dia sudah menjelajahi dunia intelektual Melayu melalui berbagai berbagai karya para ulama dan cendekiawan Melayu-Indonesia.
Perjumpaannya dengan Fazlur Rahman juga terjadi tanpa sengaja. Ia dikenalkan oleh cendekiawan Malaysia lain. Yang mungkin tidak banyak diketahui oleh generasi muda Muslim saat ini, adalah bahwasanya Wan Mohd Nor adalah seorang aktivis, sebagaimana Prof. Naquib al-Attas. Ia kenyang dengan dunia aktivisme. Perjumpaannya dengan berbagai tokoh "gerakan Islam" yang sangat kontra dengan pemikiran Fazlur Rahman, kadangkala menempatkan Wan Mohd Nor pada posisi yang tidak nyaman. Namun, seperti yang bisa dibaca dalam buku ini, Wan Mohd Nor mampu menempatkan diri dengan selamat, hingga bisa memberikan kritik-kritik ilmiah terhadap pemikiran gurunya sendiri. .
Patut dicatat, bahwa Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah pemikir besar yang juga sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1970-an. Berbeda dengan Fazlur Rahman, sosok al-Attas sudah identik dengan pemikir yang sangat kritis terhadap paham sekularisme. Pada awal 1980-an, bukunya, Islam and Secularism, sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Pustaka Salman Bandung.
Meskipun bisa dikatakan berbeda aliran pemikiran, kedua pemikir besar itu saling berkenalan dengan baik. Prof. Naquib Al-Attas sering mengkritik pemikiran Fazlur Rahman dalam berbagai kuliahnya. Al-Attas mengkritik penggunaan hermeneutika untuk menafsirkan al-Quran. Sementara Fazlur Rahman justru menjadi pelopor penggunaan hermeneutika dalam penafsiran al-Quran. Meskipun begitu, Fazlur Rahman mengakui al-Attas sebagai pemikir besar dan genius. Al-Attas pun pernah mengundang Fazlur Rahman untuk mengajar di ISTAC. Sayang, undangan itu tidak sempat dipenuhi, karena Fazlur Rahman meninggal dunia terlebih dahulu.
Nah, Wan Mohd Nor bisa dikatakan satu-satunya ilmuwan yang belajar sangat intensif kepada dua ilmuwan besar tersebut. Ia pernah berguru kepada Fazlur Rahman dan mengenal secara dekat kehidupan pribadinya. Prof. Wan Mohd Nor menyelesaikan disertasinya di Chicago University di bawah bimbingan Fazlur Rahman. Ia juga bersahabat karib dengan sejumlah murid Fazlur Rahman dari Indonesia, seperti M. Amies Rais dan M. Syafii Maarif. Selain itu Prof Wan juga kerap mengikuti kuliah dan seminar yang diberikan oleh Prof Dr Ismail Raji al-Faruqi dan tokoh-tokoh ilmuwan internasional lain di pelbagai tempat di AS sebagai aktivis Islam.
Tapi, perjalanan hidupnya kemudian mempertemukannya dengan Prof. Naquib al-Attas. Dan, justru Fazlur Rahman-lah yang mengenalkan Prof. al-Attas kepada Wan Mohd Nor. Kisahnya bisa dibaca dalam buku ini. Bahkan Fazlur Rahman menyebut Prof. Al-Attas sebagai pemikir genius.
Akhirnya, pemikiran dan sosok Prof. Naquib al-Attas berhasil menarik perhatian dan minatnya. Wan Mohd Nor kemudian bukan hanya belajar pada al-Attas, tetapi juga bekerjasama, dan berinteraksi dengan sangat intensif dalam berbagai bidang pendidikan dan pemikiran. Bahkan, kini, bisa dikatakan Prof. Wan Mohd Nor adalah pelanjut pemikiran al-Attas dan dalam sejumlah hal berhasil mengembangkan dan mengaplikasikan pemikiran itu dalam berbagai aspek kehidupan. Setelah lebih dari 30 tahun mendampingi Prof. Naquib al-Attas dalam suka-duka, maka pada tahun 2020, Prof. Wan Mohd Nor diberi kepercayaan untuk memegang Kursi Pemikiran Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas di RZS-CASIS UTM.
Lanjut baca,