Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Sebuah buku yang ditulis seorang profesor menyebutkan: ”Kalau kita mau menelusuri sebab mengapa umat Islam begitu jauh tertinggal dari bangsa Barat, kita akan menyadari karena pola pikir Ibnu Rusyd yang kritis dan rasional itu kalah gaungnya dengan gema konservativitas dan ortodoksi yang dilancarkan Imam al-Ghazali yang berkembang merata ke dunia Islam bahkan menjadi pola pikir yang mendarah daging pada kalangan umat Islam.” (hlm. 99). 

            Inilah contoh pandangan yang keliru terhadap pemikiran dan perjuangan Imam al-Ghazali dalam kebangkitan Islam. Bukti-bukti sejarah yang dihimpun para ulama – seperti dipaparkan Dr. Majid Irsan al-Kilani  dalam bukunya Haakadzaa Dhahara Jiilu Shalahuddin – menunjukkan besarnya peran murid-murid Imam al-Ghazali dalam perjuangan membebaskan Palestina dari penjajahan pasukan Salib Eropa.

Murid-murid dan cucu-cucu murid Imam al-Ghazali, seperti Syekh Ali al-Sulami dan Ibnu Asakir berperan besar dalam perjuangan jihad yang dipimpin tiga pahlawan Islam: Imamuddin Zanki, Nuruddin Zanki, dan Shalahuddin al-Ayyubi. Uniknya, para pemimpin politik dan militer itu juga sangat mendukung aktivitas keilmuan para ulama. Nuruddin Zanki, misalnya, membangunkan madrasah hadits pertama di dunia Islam untuk al-Hafiz Ibnu Asakir dan mendukung penulisan sekitar 70 jilid Kitab Tarikh Dimasyq (History of Damascus). (Lihat: https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2017/10/19/125982/peran-para-murid-al-ghazali-dalam-jihad-shalahuddin.html).

Kedudukan para murid Imam al-Ghazali itu seperti posisi Syekh al-Kurani dan Syekh Aaq Syamsuddin yang mendampingi Sultan Muhammad al-Fatih dalam pembebasan Konstantinopel. Para guru itulah yang secara lahir batin menjadi motivator dan inspirator dalam perjuangan para pemimpin politik dan militer.

Lanjut baca,

http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/menelaah-kehebatan-kampus-imam-al-ghazali