Artikel Terbaru ke-2.260
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 26 Juni 2025, Majelis Ulama Indonesia (MUI) genap berumur 50 tahun. Sebagai Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan MUI Pusat, saya menyampaikan imbauan agar segenap jajaran pengurus MUI, mengingat kembali peringatan Buya Hamka.
Ketika itu, Buya Hamka mengingatkan, bahwa sejati tidaklah dapat dibeli, sebab ulama telah lama terjual. Pembelinya ialah Allah. Buya Hamka adalah Ketua Umum MUI pertama. Hamka menjabat Ketua Umum MUI mulai 1975 sampai wafat tahun 1981. Pesan Buya Hamka itu disampaikan dalam acara penutupan Munas MUI ke-1 di Jakarta, 27 Juli 1975.
Dalam pidatonya, Buya Hamka mengingatkan, bahwa para ulama pengurus MUI adalah penerus perjuangan ulama-ulama terdahulu. Atas ajakan pemerintah untuk berpartisipasi dalam pembangunan, memberikan nasehat kepada pemerintah – diminta atau tidak diminta – dan agar memperteguh Ketahanan Nasional dari segi kerohanian, kata Buya Hamka, “Terbukalah bagi kita yang datang di belakang ini jalan buat meneruskan amal usaha dan jihad.”
“Amar ma’ruf nahi munkar adalah pekerjaan yang sungguh-sungguh berat, menyebut mudah, melaksanakannya sangat sukar. Kalau iman tidak kuat gagallah usaha kita… Memang sangat berat memikul beban ini. Kalau gelar ulama kita terima, padahal perbaikan diri, terutama peningkatan iman tidak kita mulai pada diri kita sendiri, niscaya akan turut hanyutlah kita dalam gelombang zaman sebagai sekarang, dimana orang berkejar-kejaran karena dorongan ambisi mencari dunia, mencari pangkat, mengambil muka kepada orang di atas, menjilat sehingga pernah terdengar suara-suara yang mengatakan: bahwa ulama bisa dibeli,” kata Buya Hamka.
Hamka menegaskan, bahwa ulama sejati, waratsatul anbiyaa, tidaklah dapat dibeli. Sebab ulama telah lama terjual. Pembelinya ialah Allah. Hamka mengutip QS at-Taubah ayat 111: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, jiwa raganya dan harta bendanya, dan akan dibayar dengan sorga.” (Pidato Buya Hamka dimuat dalam buku berjudul “Majelis Ulama Indonesia” terbitan Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta Selatan (1976).
Harus diakui, dalam usianya ke-50 tahun, MUI telah banyak memainkan peran penting dalam perkembangan dakwah di Indonesia. Kita doakan, semoga Allah memberikan bimbingan kepada para pimpinan dan pengurus MUI seluruh Indonesia, agar dapat mengemban amanah yang sebaik-baiknya.
Apa yang disampaikan oleh Buya Hamka perlu terus direnungkan oleh para pimpinan MUI, dari pusat sampai daerah. Ingat pula rumus penting yang pernah disampaikan Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin, bahwa rakyat rusak karena penguasa rusak; penguasa rusak karena ulama rusak; ulama rusak karena cinta dunia dan cinta jabatan.
Salah satu kewajiban MUI adalah melakukan kaderisasi ulama yang kualitasnya harus semakin baik. Ulama tidak turun dari langit. Ulama adalah pewaris Nabi. Yang diwarisi dari Nabi adalah perjuangan mereka dalam menegakkan misi kenabian, yaitu Tauhid dan mewujudkan kehidupan mulia.
Jadi, para ulama itu adalah produk pendidikan. Karena itu, MUI memikul amanah yang berat untuk melahirkan ulama-ulama pewaris Nabi. Sebagai pelanjut perjuangan para Nabi, ulama bukan hanya pintar ilmu dan mengajar. Tetapi ulama juga dituntut menjadi pemimpin masyarakat. Sebab, setelah Rasulullah saw, tidak ada lagi Nabi, sehingga para ulama-lah yang harus menggantikan peran kepemimpinan kenabian.
Karena itulah, kita berharap MUI lebih aktif lagi dalam menyelenggarakan pelatihan-pelatihan kader ulama. Calon-calon ulama yang memiliki potensi keilmuan yang tinggi perlu dididik dengan model pendidikan yang benar, sehingga mereka tidak gugur atau terperosok dalam lubang kegagalan.
Kaderisasi ulama-ulama pewaris Nabi ini memerlukan model pendidikan yang tepat dan pembiayaan yang besar. Kita berharap, MUI memprioritaskan masalah kaderisasi ulama, sehingga ke depan umat Islam Indonesia memiliki panduan dalam perjuangan mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur dalam naungan ridho Allah SWT. (Depok, 28 Juni 2025).