Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada hari Selasa (29/9/2020), secara resmi saya menerima peralihan amanah sebagai Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) dari Bapak Muhammad Siddiq MA (Ketua Umum DDII 2015-2020). Acara serah terima amanah itu disaksikan oleh Ketua Pembina DDII 2020-2025 Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Ketua Pembina DDII 2011-2020 Prof. Dr. Ir. AM Saefuddin, dan para anggota Pembina DDII lainnya.
Acara itu memiliki makna penting bagi keberlanjutan estafeta dakwah Islam di Indonesia. Bagi saya pribadi, peristiwa itu laksana pelimpahan tugas dan pewarisan amanah perjuangan dari Allahyarham Mohammad Natsir.
Sejak duduk di bangku SMP (1977-1981), saya sudah mengenal sosok dan sedikit pemikiran Mohammad Natsir. Ayah saya, H. Dachli Hasyim, seorang guru SD, ketika itu berlangganan Majalah Panji Masyarakat pimpinan Buya Hamka. Tapi, saya baru bertemu dan mengenal lebih dekat Mohammad Natsir – biasa dipanggil Pak Natsir – saat mulai kuliah di IPB tahun 1984.
Tahun 1987 saya mendengar langsung ceramah Pak Natsir, saat beliau hadir dalam pembukaan Pesantren Ulil Albab di Kampus Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. Saya termasuk satu diantara sekitar 40 orang santri Pesantren Ulil Albab Angkatan pertama -- yang sejak tahun 1987 sampai saat ini masih dipimpin KH Didin Hafidhuddin.
Tahun 1986 saya mengenal Bpk. Hardi M. Arifin, salah satu kepercayaan Pak Natsir. Ia tinggal di Bogor. Secara berkala saya diajak senior saya di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, datang ke rumah Pak Hardi. Biasanya, kami datang malam hari. Informasi tentang Pak Natsir dan perkembangan dakwah di Indonesia secara rutin saya dapatkan.
Pak Hardi (75 tahun) adalah tokoh Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia dan sekarang masih menjadi Ketua Pembina Yayasan Universitas Ibn Khaldun Bogor dan juga anggota Pembina DDII. Beliau sangat kaya akan pengalaman perjuangan. Beliaulah salah satu guru politik dan dakwah yang baik.
Saya semakin memahami pemikiran dan kehidupan Pak Natsir melalui banyak kadernya, seperti Hartono Mardjono SH (alm.), HM Cholil Badawi (alm.), Hussein Umar (alm.) dan sebagainya. Ketiga orang tokoh itu seperti orang tua saya sendiri. Sering sekali saya datang ke rumah mereka dan saya mengenal baik kehidupan pribadi dan keluarga mereka.
Masih ada sejumlah tokoh DDII dan sekitarnya yang saya banyak belajar tentang dakwah dan kehidupan Pak Natsir dari mereka, seperti KH A. Cholil Ridwan, H.A. Sumargono SE (alm.), H. Syuhada Bachri (Ketua DDII 2007-2015), H. Aru Syeif Asad (wartawan senior dan pimpinan Majalah Media Dakwah), KH Abbas Aula (pimpinan Pesantren al-Azhar Bogor), KH Abdul Hanan (pimpinan Pesantren Darul Fallah Bogor), dan sebagainya.
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/mewarisi-amanah-dan-nilai-perjuangan