Artikel Terbaru (ke-1.592)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah SWT yang dibekali dengan mukjizat ilmi, berupa al-Quran. Beliau diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Beliau diutus untuk seluruh manusia, sampai akhir zaman.
Karena itu, sangat logis, jika umat manusia yang menerima berita tentang kenabian beliau, diwajibkan untuk beriman, dengan menerima dan membenarkan kenabiannya. Allah mengutus Nabi-Nya yang terakhir adalah sebagai suri tauladan kehidupan. Bahkan, salah satu tugas Nabi adalah mensucikan jiwa-jiwa manusia.
Maka, menolak kenabian Muhammad saw, setelah kabar baik itu datang pada seseorang, adalah satu dosa dan kezaliman besar bagi dirinya. Dalam Tafsir al-Azhar, Buya Hamka juga mengutip hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Muslim: ”Berkata Rasulullah s.a.w.: Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.”
Terhadap hadits tersebut, Buya Hamka menjelaskan:
”Dengan hadits ini jelaslah bahwa kedatangan nabi Muhammad s.a.w. sebagai penutup sekalian Nabi (Khatimil Anbiyaa) membawa Al-Quran sebagai penutup sekalian Wahyu, bahwa kesatuan ummat manusia dengan kesatuan ajaran Allah digenap dan disempurnakan. Dan kedatangan Islam bukanlah sebagai musuh dari Yahudi dan tidak dari Nasrani, melainkan melanjutkan ajaran yang belum selesai. Maka, orang yang mengaku beriman kepada Allah, pasti tidak menolak kedatangan Nabi dan Rasul penutup itu dan tidak pula menolak Wahyu yang dia bawa. Yahudi dan Nasrani sudah sepatutnya terlebih dahulu percaya kepada kerasulan Muhammad apabila keterangan tentang diri beliau telah mereka terima. Dan dengan demikian mereka namanya telah benar-benar menyerah (Muslim) kepada Tuhan. Tetapi kalau keterangan telah sampai, namun mereka menolak juga, niscaya nerakalah tempat mereka kelak. Sebab iman mereka kepada Allah tidak sempurna, mereka menolak kebenaran seorang daripada Nabi Allah.”.
Meskipun dikenal sebagai seorang ulama yang toleran dengan pemeluk agama-agama lain, tetapi Buya Hamka memiliki sikap yang tegas dalam soal aqidah dan ibadah. Sebenarnya, penjelasan Buya Hamka itu sangat logis. Menolak utusan Allah adalah suatu kesalahan besar.
Para nabi dan rasul itu adalah utusan Tuhan, Sang Pemilik Alam Semesta. Jangankan utusan Tuhan, utusan Presiden saja harus dihormati dan diterima oleh sesama negara sahabat. Akan menjadi persoalan besar dalam hubungan diplomatik, jika duta besar suatu negara ditolak oleh suatu negara.
Lanjut baca,
PENJELASAN BUYA HAMKA TENTANG YAHUDI-NASRANI YANG MENOLAK KENABIAN MUHAMMAD (adianhusaini.id)