Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada Hari Kamis (24 Desember 2020), Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir menyelenggarakan acara Wisuda Sarjana ke-10. Ada 121 sarjana ilmu dakwah – terdiri atas 88 laki-laki dan 33 perempuan -- yang diwisuda. Mereka berasal dari 21 provinsi. Di tengah situasi pandemi Covid-19, Wisuda STID harus diselenggarakan secara online dan offline.
Selanjutnya, para sarjana STID itu akan ditugaskan sebagai dai selama DUA tahun. Mereka sudah habis “dipesan” oleh daerah-daerah atau lembaga-lembaga Islam yang memerlukan dai. Menurut Dr. Misbahul Anam, ketua Bidang Penempatan dan Pembinaan Dai Dewan Da’wah, 70 persen dari 121 sarjana itu akan dikirim provinsi asalnya; 16 orang ditugaskan membantu ADI (Akademi Dakwah Indonesia) di 16 kota; dan 20 orang ke pondok-pondok pesantren di lingkungan Dewan Da’wah. Sebanyak 64 orang ditempatkan sebagai dai untuk pemberdayaan masyarakat, dengan basis masjid, musholla, atau lembaga al-Quran di kampungnya.
“Semuanya sudah habis. Masih banyak permintaan yang belum bisa dipenuhi. Penempatan ini hanya untuk Dewan Da’wah dan keluarga besarnya,” kata Dr. Misbahul Anam yang bertahun-tahun menangani urusan penempatan dai Dewan Da’wah. Saat ini, Dewan Da’wah memiliki ribuan dai yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Dari jumlah itu, ada sekitar 600 dai yang mendapatkan “mukafaah” bulanan dari Dewan Da’wah.
Sebagai Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, saya mendapat tugas menyampaikan sambutan. Begitu juga pimpinan Kopertais Wilayah I yang diwakili oleh Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dalam sambutannya, Prof. Thib Raya menyampaikan pesan penting kepada para wisudawan agar memperhatikan pesan Rasulullah saw: “Bertakwalah kepada Allah dimana dan kapan saja kalian berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan yang akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Ahmad, dll.)
Pada kesempatan penting itu, saya mengingatkan kepada para wisudawan dan orang tua mereka, bahwa STID Mohammad Natsir bukanlah kampus biasa. Tapi, STID Mohammad Natsir adalah contoh kampus unggul, sesuai konsep universitas dalam Islam. Di kampus inilah para mahasiswa ditempa menjadi “manusia seutuhnya” (al-insan al-kulliy). Mereka harus tinggal di Pesantren (Asrama) STID dan dididik selama 24 jam agar menjadi manusia yang baik. Yakni, manusia yang bermanfaat bagi sesama. Mereka disiapkan sebagai dai yang siap dikirim ke berbagai daerah dan arena dakwah, sesuai kebutuhan umat.
Dalam berbagai kesempatan saya sering mengingatkan para pimpinan kampus-kampus Islam, bahwa kampus Islam harus memiliki kriteria tersendiri tentang kampus unggul atau “kampus terbaik”. Tentu saja, indikator utamanya adalah ketentuan al-Quran dan Sunnah. Saat ini, pada umumnya, indikator utama “kampus terbaik” didasarkan pada aspek intelektual, industrial, dan manajerial semata. Aspek iman, taqwa, dan akhlak mulia para sivitas akademika tidak dijadikan sebagai indikator keunggulan.
Dalam Islam, kampus terbaik adalah kampus yang mendidik mahasiswanya agar menjadi manusia terbaik. Al-Quran dan Hadits Nabi saw menyebutkan, bahwa manusia terbaik adalah manusia yang paling bertaqwa, yang paling bermanfaat bagi sesama, yang terbaik akhlaknya, yang belajar dan mengajarkan al-Quran, dan sebagainya. Itulah kriteria utama manusia terbaik.
Salah satu acara penting dalam Wisuda STID Mohammad Natsir adalah pembacaan ikrar wisudawan. Pada wisuda STID kemarin, pembacaan ikrar dibimbing langsung oleh Wakil Ketua Umum Dewan Da’wah, KH Wahid Alwi, MA. Beliau adalah pengurus Dewan Da’wah paling senior dan salah satu tokoh Dewan Da’wah yang menjadi kader utama Allahyarham Mohammad Natsir.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/prestasi-gemilang--kampus-dakwah-mohammad-natsir