Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Prof. Hazairin, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia berpendapat, “Bahwa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa itu ialah Allah, dengan konsekuensi (akibat mutlak) bahwa ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ berarti pengakuan ‘Kekuasaan Allah’ atau ‘Kedaulatan Allah’.”
Jadi, kata Hazairin, “Negara RI wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan syariat Hindu Bali bagi orang Bali, sekedar menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan Negara.” (Lihat, Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990).
Argumentasi Prof Hazairin tersebut sangat masuk akal. Sebab, dalam ajaran Islam, sekedar pengakuan saja terhadap Allah sebagai satu-satunya Tuhan belum memenuhi konsep Tauhid yang sempurna. Iblis pun telah mengakui Allah itu ada dan juga mengakui Allah sebagai Tuhannya. Tetapi, dalam al-Quran, Iblis disebut kafir (abā wastakbara wa-kāna minal kāfirin).
Seorang Muslim yang baik tentulah tidak mau jika statusnya di hadapan Tuhan sama dengan Iblis, yakni hanya mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa tetapi menolak tunduk dan patuh pada-Nya; membangkang terhadap aturan-aturan Allah SWT yang disampaikan melalui Utusan-Nya (Nabi Muhammad saw).
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/prof.-hazairin:-pancasila-mengakui-kedaulatan-allah