Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Heboh tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) masih menyisakan wacana tentang Kebangkitan PKI di Indonesia. Ketiadaan TAP MPRS yang melarang paham dan organisasi Komunis sebagai konsiderans dalam RUU itu memunculkan kecurigaan umat Islam akan adanya aspirasi PKI dan simpatisannya. Ditambah lagi ada pasal yang memeras Pancasila menjadi Tri-Sila dan Eka-Sila.
Maka, bangkitlah umat Islam menolak RUU HIP. Organisasi-organisasi Islam bersuara lantang meminta agar pembahasan RUU HIP dihentikan. Tak berlangsung lama, pemerintah pun segera meminta pembahasan RUU HIP ditunda. Entah sampai kapan. Wabah Corona ikut dijadikan alasan.
Apakah benar ada aspirasi PKI atau simpatisannya dalam penyusunan RUU HIP? Silakan ditelaah berbagai wacana dan fakta tentang kebangkitan PKI yang kini banyak beredar di media sosial. Yang jelas, umat Islam Indonesia masih begitu sensitif terhadap isu kebangkitan PKI ini. Apalagi, ada beberapa fakta tentang upaya mengubah penulisan sejarah pemberontakan PKI dalam berbagai media. Ada pihak-pihak ingin menghapus sejarah keterlibatan PKI dalam pembantaian dan pemberintakan. (Lihat, misalnya: https://www.gelora.co/2020/06/fakta-sejarah-pki-diubah-lewat.html)
Tentu saja umat Islam tidak bisa melupakan sejarah kekejaman PKI, khususnya terhadap para ulama, pesantren, dan juga kaum muslimin pada umumnya. Sebagai contoh, www.republika.co.id pernah menulis sejarah kekejaman PKI yang begitu biadab.
Alkisah, pengasuh Pondok Pesantren Sabilil Mutaqin Magetan, KH Zakaria (83 tahun) berkisah, bahwa seusai shalat Jumat pada 17 September 1948 pesantrennya didatangi beberapa tokoh PKI. Mereka didampingi para pengawal bersenjata yang dikenali sebagai kepala keamanan di daerah Takeran, Magetan.
Pemimpin Pesantren ketika itu, Kyai Mursyid, lalu dibawa pergi oleh gerombolan PKI. Dan sesudah itu, Kyai Mursyid lenyap, hingga kini. Kyai Mursyid adalah satu diantara ratusan ulama dan tokoh Islam yang dibantai dalam pemberontakan PKI Madiun pada September 1948.
Sejarah mencatat tahun 1948, PKI menculik satu demi satu pimpinan pesantren yang dianggap musuh. Yel-yel PKI adalah "Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati". Pesantren Sabilil Muttaqien, Takeran, Magetan, menjadi incaran utama. Ketika itu, Pesantren dipimpin Kyai Imam Mursjid Muttaqien yang masih berumur 28 tahun. (http://www.republika.co.id/berita/koran/teraju/15/10/09/nvyehw1-kisah-senyap-pembantaian-pki-1948).
Pemberontakan dan kekejaman PKI tahun 1948 tercatat jelas. Tapi, uniknya, dalam Pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) berhasil tampil sebagai pemenang Pemilu ke-4, dengan pemilih lebih dari 6 juta orang. Padahal, tahun 1952, anggota PKI tak lebih dari 8.000 orang. PKI menggunakan strategi pencitraan dan pecah belah. PKI merangkul sebagian partai dan kekuatan nasional, serta menyudutkan partai-partai atau kelompok penentangnya.
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/ruu-hip,-kebangkitan-pki,-dan-peluang-islam