Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami timpakan kepada mereka kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka menundukkan diri (kepada Allah). Maka mengapakah mereka tidak mau menundukkan diri saat datang (musibah-musibah itu, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitan pun menjadikan perbuatan-perbuatan mereka tampak indah. Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. al-An’am: 42-44).
Alhamdulillah, pandemi Covid-19 semakin mereda. Sejak Ramadhan 1443 H lalu, kita sudah leluasa menjalankan ibadah di masjid-masjid. Aneka kegiatan shalat jamaah dan ta’lim berjalan kembali. Semua itu tentulah anugerah Allah yang wajib kita syukuri.
Tetapi, ada sesuatu yang patut kita renungkan dan evaluasi. Setelah Idul Fithri, tampaknya masih banyak masjid kita yang sepi, khususnya sepi dari partisipasi shalat berjamaah dan ta’lim anak-anak muda.
Mungkin pengamatan saya itu tidak sepenuhnya benar. Semoga saja seperti itu. Dalam beberapa kali mengisi Kajian Subuh di sejumlah masjid, jamaah masjid itu masih seperti kondisi sebelum datangnya pandemi dua tahun lalu.
Sebagian besar jamaah shalat subuh adalah orang-orang tua. Syukurlah, banyak orang tua masih mau ke masjid. Itu jelas lebih baik dan patut disyukuri, dibandingkan mereka yang sudah tua tapi masih aktif menyebarkan paham sesat dan aktif bermaksiat.
Al-Quran surat al-An’am ayat 42-44 itu patut kita renungkan dengan seksama. Bahwa musibah-musibah yang ditimpakan kepada manusia adalah suatu peringatan Allah kepada manusia agar mereka menjadi manusia yang baik. Yakni, manusia yang bersedia dan ikhlas beribadah kepada Allah.
Bencana alam, penyakit, kelaparan, dan berbagai musibah lainnya seharusnya menjadikan manusia untuk sadar diri. Banyak kezaliman yang kita lakukan kepada diri sendiri. Kita tidak menggunakan segala nikmat Allah, sesuai dengan tujuan diberikannya nikmat itu.
Nikmat kesehatan dan waktu luang adalah dua nikmat yang banyak dilalaikan manusia. Ketika sehat dan punya waktu, enggan menghadiri shalat berjamaah di rajin mencari ilmu. Padahal, mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. Bahkan, tidak sedikit jamaah masjid yang menganggap remeh majelis-majelis ilmu di masjid, sehingga sikapnya dalam mencari ilmu juga kurang serius.
Semua pihak patut melakukan introspeksi terhadap kondisi semacam ini. Bukan hanya menyalahkan jamaah masjid atau masyarakat sekitarnya. Tetapi, pengurus masjid dan para ustad pun patut melakukan introspeksi. Mungkin belum dilakukan upaya maksimal dalam upaya menarik masyarakat untuk hadir di masjid. Mungkin kualitas dan pelayanan masjid kurang optimal. Introspeksi atau musahabah patut dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Lanjut baca,