Artikel Terbaru ke-1.985
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada awal September 2024, saya mengisi kuliah pengantar untuk mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir. Ini program kelas khusus Jurnalistik dan Pemikiran Islam angkatan ke-4. Mereka berjumlah 14 orang – jumlah ideal untuk proses pendidikan intensif.
Kepada para mahasiswa baru itu saya menyampaikan terimakasih atas keberanian, perjuangan, dan pengorbanan mereka. Mereka berani, karena telah memilih kampus yang oleh banyak orang dianggap tidak bergengsi. Mereka berani menempuh jalan pendidikan yang tidak populer di mata banyak orang.
Mereka adalah para pejuang, karena sedang melanjutkan perjuangan para tokoh Islam untuk merintis universitas Islam yang berbeda tujuan dan kurikulumnya dengan universitas sekuler. Dalam Kongres Umat Islam di Yogya tahun 1944, para tokoh umat Islam memutuskan untuk mendirikan satu universitas Islam. Cita-cita itu terwujud dengan berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI) pada 8 Juli 1945.
Akan tetapi, hegemoni pendidikan Barat yang begitu besar telah memaksa perguruan tinggi Islam untuk menyesuaikan tujuan dan kurikulum pendidikannya, sesuai tuntutan pasar. Perguruan Tinggi dipaksa tunduk kepada logika dan sistem industri, dengan tujuan utama melahirkan para pekerja. Tujuan utama bukan untuk melahirkan orang baik, melahirkan ulama sejati, ulama pejuang, dan para pemimpin umat pelanjut perjuangan para Nabi.
Tantangan yang sangat berat adalah penjajahan pemikiran yang tidak lagi menjadikan akhirat sebagai tujuan utama. Apalagi, menurut Peter Fleming dalam bukunya Dark Academia, dalam 35 tahun terakhir, kampus-kampus telah dipaksa tunduk kepada paham neo-liberalisme.
Kampus-kampus dipaksa menjadi pelayan industri. Mahasiswa dididik agar menjadi mesin industri untuk menghasilkan pendapatan besar, demi menunjang peningkatan pendapatan nasional negara (PDB). Pendidikan jiwa mereka tidak diutamakan lagi. Tujuan universitas untuk mendidik manusia agar menjadi insan beradab tidak lagi dipentingkan.
Itulah kenapa para tokoh kita dulu mendirikan universitas Islam. Bahkan, dalam konferensi pendidikan Islam di Mekkah, tahun 1977, Prof. Syed Naquib al-Attas telah menawarkan konsep universitas ideal, dengan tujuan yang jelas: membentuk manusia beradab atau berakhlak mulia! Tujuan ini bukan perkara sambilan. Ini hal serius yang sangat berat pencapaiannya.
Dan perjuangan senantiasa memerlukan pengorbanan. Beberapa santri yang berani mengambil keputusan untuk kuliah dakwah ini pun mendapat restu dan dukungan dari orang tuanya. Karena itu, patutlah kampus STID Mohammad Natsir dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia menyampaikan terimakasih yang amat sangat besar kepada para mahasiswa dan orangtua mereka.
Lanjut baca,