Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Undang-undang ‘Omnibus Law’ Cipta Kerja, dibuka dengan kata-kata Pembuka: “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.” Tentu, para penyusun UU tersebut berharap, Tuhan Yang Maha Esa, yakni Allah Yang Maha Kuasa, akan memberikan rahmat kepada para penyusunnya dan segenap bangsa Indonesia.
Untuk itulah, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, pada 13 Oktober 2020, mengusulkan agar dimasukkan asas keimanan, keadilan, dan keberkahan, dalam Undang-undang yang sudah disahkan oleh DPR-RI tersebut. Ketiga asas itu merupakan landasan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Bahwa, negara Republik Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Para ulama yang berkumpul dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 21 Desember 1983, menetapkan “Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam” yang pada poin kedua menegaskan: “Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.”
Itu artinya, kaum Muslimin di Indonesia berkomitmen untuk mendasarkan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan berbangsa, pada ajaran-ajaran Tuhan Yang Maha Esa, agar kita semua meraih rahmat-Nya. Mungkinkah Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-Nya jika kita berani mengabaikan tuntunan-Nya?
Di tengah-tengah kontroversi UU Cipta Kerja saat ini, ada baiknya, semua pihak merenungkan kondisi bangsa kita. Indonesia – diakui – saat ini merupakan negara muslim terbesar. Tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai angka 270 juta jiwa.
Konon, kekayaan alamnya juga melimpah ruah. Meskipun sudah dieksploitasi dengan berbagai cara, kandungan ikan, hutan, minyak, gas, batubara, dan sebagainya, masih saja belum habis-habis. Hanya saja, ironisnya, di tengah melimpahnya kekayaan alam, banyak sekali kondisi rakyat yang masih memilukan.
Ada apa dengan negara kita? Apakah bangsa kita tidak mendapatkan rahmat dari Tuhan? Jika posisi Tuhan Yang Maha Esa begitu penting dalam Konstitusi, lalu di manakah Tuhan itu diletakkan oleh bangsa Indonesia, oleh para pemimpin kita, para tokoh, dan juga para cendekiawan kita. Mohon direnungkan sekali lagi!
Lanjut baca,