Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Saat nyantri di Pesantren Ar-Rosyid, Kendal Bojonegoro, saya sempat mengaji Kitab Aqidah Asy’ariyah, seperti kitab Jauharatut Tauhid. Dalam kitab itu disebutkan bahwa salah satu tantangan aqidah umat Islam adalah paham Mu’tazilah. Tetapi, anehnya, di sejumlah Perguruan Tinggi, banyak mahasiswa diajari pemikiran keliru, bahwa umat Islam maju jika ikut paham Mu’tazilah dan umat Islam mundur karena ikut paham Asy’ariyah, karena anti akal.
Sebagai contoh, sebuah buku berjudul Intelektualisme Islam: Melacak Akar-akar Integrasi Ilmu dan Agama – Seri Ensiklopedia Islam dan Sains, terbitan Lembaga Kajian Al-Qur’an dan Sains (LKQS), sebuah Perguruan Tinggi di Malang, menulis:
“Matinya filsafat di dalam tradisi pemikiran Islam menunjukkan, secara implisit, hilangnya otoritas kelompok Muktazilah dalam mengendalikan pemerintahan karena ia satu-satunya aliran yang mengagungkan akal. Mereka digantikan oleh kelompok sunni yang lebih menjunjung tinggi wahyu daripada akal. Watak pemikiran sunni yang anti akal, pada giliran selanjutnya, menjelma ke dalam bentuk propaganda “anti-filsafat” dan “filsafat bertentangan dengan agama.” Maka tidak heran jika kemudian muncul tokoh semisal sang hujjah al-Islam, Imam al-Ghazali, seorang tokoh besar dari kalangan sunni, sangat anti filsafat, meskipun sebelumnya ia termasuk pecinta filsafat. Bukunya Tahafut al-Falasifah merupakan bukti sejarah atas ketidaksenangannya terhadap filsafat. Propaganda seperti itu semakin mendapat justifikasi di tangan seorang ahli fiqih yang juga tokoh sunni, Imam Syafi’i, dengan kitabnya ar-Risalah. Sejak saat itu, terjadi penyeragaman pemikiran keagamaan. Lewat karya itu nalar agama diresmikan. Ketika kita bicara tentang Islam dan bagaimana cara untuk menyelesaikan persoalan yang muncul di muka bumi, maka semua jawabannya ada di dalam Al-Qur’an, sebuah ortodoksi keagamaan yang dipaksakan.” (hlm. 279-280).
Inilah salah satu contoh penyeberan virus pemikiran Mu’tazilah di lingkungan Perguruan Tinggi. Pemaparan tentang paham Muktazilah dan Ahlu Sunnah dalam buku tersebut sama sekali tidak benar. Menyebut bahwa watak pemikiran sunni adalah “anti akal” adalah kekeliruan besar. Sebab, jawaban-jawaban kaum Sunni terhadap pemikiran-pemikiran Muktazilah adalah jawaban-jawaban yang menggunakan akal.
Lanjut Baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/virus-mutazilah-dan-penangkalnya