Oleh: Dr. Adian Husaini
(www.adianhusaini.id)
Imam at-Thabari menceritakan, usai penaklukan kota Madain, datanglah seorang laki-laki kepada para petugas pengumpul harta rampasan perang. Ia membawa sejumlah harta yang mencengangkan. Petugas bertanya kepadanya, “Apakah kamu mengambil sebagian untukmu?”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak, demi Allah!” Jika bukan karena Allah, pastilah harta ini sudah aku gelapkan untukku.” Penasaran dengan jawaban itu, para petugas bertanya lagi, “Siapa nama kamu?” Dijawab si laki-laki, “Tidak! Kalian tidak perlu tahu namaku agar kalian dan orang-orang lain tak memujiku. Aku sudah cukup bersyukur kepada Allah dan puas dengan ganjaran-Nya itu.” Setelah diselidiki, diketahuilah, laki-laki itu bernama Amir bin Abdi Qais.
Sebelum terjadi perang Qadisiah, Panglima Perang Sa’ad bin Abi Waqash mengirimkan utusan bernama Rabi’ bin Amir untuk menemui Jenderal Rustum, panglima Perang Persia. Rabi’ masuk ke tenda Rustum yang bergelimang kemewahan dengan tetap memegang tombak dan menuntun kudanya.
Ketika Rustum bertanya, “Apa tujuan kalian?” Dengan tegas Rabi’ menjawab, “Allah telah mengutus kami untuk membebaskan orang-orang yang dikehendaki-Nya dari penyembahan sesama manusia menuju penyembahan Allah semata, dan membebaskan manusia dari kesempitan menuju kelapangan hidup di dunia, dan dari penindasan berbagai agama yang sesat menuju agama Islam yang penuh keadilan.” Lanjut BACA, http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/zuhud-dan-pengorbanan-kunci-kesuksesan