Oleh: Fatih Madini
(Mahasiswa Jurnalistik STID Mohammad Natsir)
Manusia beradab adalah aktor utama dalam membangun peradaban. Manusia seperti ini harus memiliki keimanan yang kuat, dan hatinya bersih dari berbagai penyakit hati. Hanya orang yang membersihkan jiwanya yang akan meraih kemenangan, dan orang-orang yang mengotori hatinya adalah yang akan mengalami kekalahan. Oleh sebab itu, kewajiban setiap muslim adalah melakukan proses ‘tazkiyatun nafs’ (pensucian jiwa), dari berbagai penyakit. Diantara penyakit jiwa yang sangat merusak adalah murtad (riddah).
Setelah seseorang membaca syahadat dan mengakui dirinya sebagai muslim, maka hal selanjutnya yang harus dia lakukan adalah beriman dengan penuh keyakinan. Ia juga harus membenarkan rukun iman sesuai dengan apa yang Rasul kabarkan dalam hadits kedua dalam kitab al-Arba’in Nawawiyah saat ditanya pertanyaan yang kedua oleh Jibril.
Dan itulah konsekuensinya, dimana seseorang tidak bisa tunduk dan patuh saja (muslim), tapi juga harus ada cahaya iman yang menerangi dirinya. Dan tidak boleh ada keraguan sedikit pun dalam dirinya. Lalu konsekuensi setelah beriman, adalah menjaga keislaman juga keimanannya. Sebab itulah hal yang tersulit yang mesti dilakukan seseorang muslim yang mukmin. Apalagi di akhir zaman ini, dimana banyak giuran materi yang hanya ditujukan untuk kesenangan duniawi, mulai dari syahwat perut sampai syahwat jabatan.
Hal ini sudah diingatkan dalam kitab yang sangat terkenal, yang sudah banyak dikaji dipesantern-pesantren, yaitu kitab Sullamut Taufiq. Diingatkan kepada umat muslim agar selalu menjaga keislaman juga keimanannya. Penulis kitab ini banyak melihat di akhir zaman ini, orang-orang yang meremehkan urusan keimanan. Sehingga bisa dengan mudahnya mempermainkan agama semaunya, bahkan sampai menjual keimanannya pun mereka rela. Tidak hanya dalam tindakan tapi juga ucapan, berupa lafazh-lafazh yang keluar dari lisan dengan tujuan meremehkan atau pun menghina agama.
Kitab ini membagi tindakan murtad atas menjadi tiga macam, (1) i’tiqad (keyakinan), (2) qaul (perkataan), (3) fi’li (perbuatan). Jadi saat timbul keraguan akan Allah dan lain-lain, melontarkan perkataan seperti, “Aku adalah musuh orang muslim dan musuh nabi Muhammad”, atau ia meletakkan kepalanya bersujud kepada suatu benda untuk disembah, maka keislamannya telah hancur berkeping-keping menjadi suatu hal yang tidak bernilai.
Dan ketika seseorang sudah terjebak dalam kesesatan yang menimbulkan keraguan, bahkan kehilangan suatu benda yang sangat berarti bagi kaum muslim melebihi apapun, yaitu iman, saat itulah ia telah keluar dari agama yang kaya akan ilmu ini. Umat muslim seluruh dunia akan menilai itu sebagai tindakan yang sangat menghinakan dirinya sendiri, dikarenakan tindakan itu telah meredupkan cahaya yang telah lama menerangi dirinya. Tindakan itu biasa disebut sebagai tindakan riddah, atau yang kita (umat muslim Indonesia) sering menyebutnya sebagai tindakan murtad.
Riddah adalah asal kata dari radda yang secara lughah berarti kembali. Dan secara makna, riddah adalah sebuah tindakan yang merusak, membatalkan, dan memutuskan seseorang dari keislaman. Maka secara otomatis seseorang itu tidak lagi bisa dikatakan atau diketegorikan sebagai muslim, sebab dirinya telah tenggelam dalam kegelapan, karena larinya cahaya iman dari dalam hatinya.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/bahaya-murtad,-penghancur-iman-dan-peradaban