DAMPAK BURUK DI AKHIRAT BAGI ORANG YANG FANATIK BUTA KEPADA PEMIMPIN YANG SALAH

DAMPAK BURUK DI AKHIRAT  BAGI ORANG YANG FANATIK BUTA  KEPADA PEMIMPIN YANG SALAH

 Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

"Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat pula kepada Rasul." Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan Kami, timpakanlah kepada mereka azab, dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (QS Al Ahzab (33) :66-68).

Ayat ini memberikan penjelasan tentang sejumlah orang yang menyesal karena mengikuti para pemimpin dan tokoh-tokoh secara membabi buta. Padahal, para pemimpin itu jelas-jelas melaksanakan kesalahan. Karena itulah diperlukan sikap cermat dan kritis dalam mengikuti pemikiran seseorang. Jangan fanatik buta!  Jangan lengah dan tidak mencermati serta memikirkan dengan sungguh-sungguh pemikiran para tokoh atau pemimpin yang salah.

Di dalam Kitabnya,  Talbis Iblis,  Ibnul Jauzi menjelaskan dengan panjang lebar berbagai talbis (tipudaya) yang dilakukan oleh setan terhadap berbagai golongan dan jenis manusia, mulai talbis terhadap orang awam sampai golongan ulama. Apa yang digambarkan oleh Ibnu Jauzi dalam talbis Iblis terhadap golongan "bathiniyah" mirip sekali dengan gerakan "spiritualisme", "sinkretisme", dan "penyamaan agama"  yang ramai berkembang di Indonesia saat ini.

 Kelompok "bathiniyah" berpandangan bahwa yang lebih penting dari Al Quran dan hadits adalah "batin", dan bukan hal-hal yang "dhahir" seperti ketentuan-ketentuan Syariat (hukum-hukum) Islam. Justru aspek-aspek yang dhahir seperti itu harus ditinggalkan (dibuang) agar tidak menjadi beban/belenggu bagi manusia. Mereka menggunakan QS Al A'raf ayat 157 sebagai landasannya: "… dan,  mereka membuang beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada diri mereka."  Orang yang sudah termakan oleh talbis Iblis dapat saja menjadi fanatik dan militan dalam memperjuangkan pemahamannya, seperti yang dilakukan oleh kelompok Khawarij. 

            Jadi, penyesatan melalui opini sangat berpotensi memicu terjadinya talbis terhadap kebenaran, apalagi jika penyesatan itu dilakukan dengan metode yang baik, secara terus-menerus, terencana, dan didukung oleh tokoh-tokoh publik. Talbis akan semakin mudah terjadi jika kaum Muslim -- terutama tokoh-tokoh dan ulama mereka -- bersikap pasif dan tidak melakukan tindakan yang berarti untuk melawan usaha penyesatan opini terhadap umat Islam.

            Karena itulah, setiap muslim diwajibkan untuk mencari ilmu, sampai akhir hayatnya. Ilmu yang wajib dicari – diantaranya – adalah ilmu untuk memahami mana yang haq dan mana yang bathil. Ilmu yang dapat memahamkan mana yang tauhid dan mana yang syirik; mana iman mana kufur; mana halal dan mana haram; mana akhlak mulia dan mana yang akhlak tercela, dan sebagainya.

            Dengan ilmu yang benar, insyaAllah, seseorang dapat membedakan mana ulama yang baik dan mana ulama yang jahat. Salah satu adab penting dalam proses mencari ilmu adalah memilih guru yang baik. Jangan sampai menyerahkan anak untuk dididik oleh guru yang akhlak dan ilmunya tidak baik.

            Karena itu, salah satu bentuk jihad yang besar adalah menyampaikan kata-kata yang benar (kalimatul haq)  kepada penguasa yang salah. Penguasa memiliki kesempatan untuk menerapkan kebenaran dengan kekuasaan yang dimilikinya. Tetapi, pada saat yang sama, penguasa juga berkesempatan besar untuk menerapkan kebijakan yang salah. Penguasa seperti ini harus diingatkan. Tentu saja dengan cara-cara yang baik (bil-hikmah).

            Dalam skala yang lebih kecil, penguasa itu juga mencakup pemimpin rumah tangga, pemimpin lembaga pendidikan, pemimpin perusahaan, dan sebagainya. Menyampaikan kebenaran kepada penguasa biasanya lebih berat dan mengandung resiko. Jadi, jangan penguasa dianggap selalu benar, atau sebaliknya, dianggap selalu salah. Itu sikap yang tidak adil.

            Adalah sesuatu yang memprihatinkan jika di kalangan umat Islam muncu sikap fanatisme buta dalam membela pemimpin atau tokoh tertentu. Meskipun kesalahan pemimpin itu begitu jelas. Para pengikut yang membabi buta terhadap pemimpinnya justru akan mengalami kerugian besar di akhirat. Sebaliknya, rakyat pun wajib menjaga adab kepada pemimpinnya dalam menyampaikan kebenaran.

            Jadi, sekali lagi, QS al-Ahzab ayat 66-68 itu perlu kita jadikan bahan renungan yang mendalam. Jangan sampai kita termasuk golongan yang merugi di akhirat karena mengikuti pemimpin yang salah secara membabi buta. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 30 Mei 2022).

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait