DARI PENDIDIKAN MENUJU PERADABAN

DARI PENDIDIKAN MENUJU PERADABAN

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Dari hasil kajiannya terhadap gerakan kebangkitan umat di era Perang Salib, Dr. Majid al-Kilani menyimpulkan, bahwa yang pertama kali harus dilakukan adalah perubahan dalam diri manusia itu sendiri. ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi yang ada pada satu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS ar-Ra’d:11).

 Nabi Muhammad saw juga menyatakan: ”Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh. Namun, jika ia rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, itu adalah qalb.” (HR Muslim). 

 Era kejayaan dan kekuatan sepanjang sejarah Islam tercipta ketika terjadi kombinasi dua unsur, yaitu unsur keikhlasan dalam niat dan kemauan serta unsur ketepatan dalam pemikiran dan perbuatan. Jika strategi ini direfleksikan dalam perjuangan umat Islam Indonesia, maka sudah saatnya umat Islam Indonesia melakukan introspeksi terhadap kondisi pemikiran dan moralitas internal mereka, terutama para elite dan lembaga-lembaga perjuangannya. 

Sikap kritis terhadap pemikiran-pemikiran asing yang merusak tetap perlu dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh al-Ghazali. Tetapi, introspeksi dan koreksi internal jauh lebih penting dilakukan, sehingga ’kondisi layak terbelakang dan kalah’ (al-qabiliyyah lit-takhalluf wa al-hazimah) bisa dihilangkan.  

            Kita bisa melakukan evaluasi internal, apakah para elite dan lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah menerapkan profesionalitas dalam pendidikan mereka? Apakah tradisi ilmu dalam Islam sudah berkembang di kalangan para profesor, dosen-dosen, dan guru-guru bidang keislaman? Apakah konsep ilmu dalam Islam sudah diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam? Apakah para pelajar mencari ilmu untuk mencari dunia atau untuk beribadah kepada Allah? Apakah budaya kerja keras dan sikap ’zuhud’ terhadap dunia sudah diterapkan para elite umat? Apakah ashabiyah(fanatisme kelompok) masih mewarnai aktivitas umat?  Pada tataran keilmuan, bisa diteliti, apakah sudah tersedia buku-buku yang mengajarkan Islam secara benar dan bermutu tinggi pada setiap bidang keilmuan?  

Semua ini membutuhkan kerja yang berkualitas, kerja keras, kesabaran, ketekunan, kerjasama berbagai potensi umat,  dan waktu yang panjang.  Karena itu, disamping berbicara tentang bagaimana membangun masa depan Indonesia yang ideal, yang penting dilakukan adalah bagaimana membenahi kondisi internal umat Islam dan lembaga-lembaga dakwahnya, agar menjadi sosok-sosok dan lembaga yang bisa diteladani oleh umat manusia.

Jadi, tugas umat Islam bukan hanya menunggu datangnya pemimpin yang akan mengangkat mereka dari keterpurukan. Umat Islam dituntut untuk bekerja keras dalam upaya membangun satu generasi baru yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas tinggi.  

Dan ini tidak mungkin terwujud, kecuali jika  umat Islam Indonesia – terutama lembaga-lembaga dakwah dan pendidikannya – amat sangat serius untuk membenahi konsep ilmu dan para ulama atau cendekiawannya. Dari sinilah diharapkan lahir satu generasi baru yang tangguh (khaira ummah): berilmu tinggi dan beraklak mulia, yang mampu membawa panji-panji Islam ke seluruh penjuru dunia. 

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pakar sejarah Arnold Toynbee juga menemukan, bahwa antara kematian dan kebangkitan satu peradaban baru, ada kelompok yang disebut sebagai ‘creative minorities’ – yang dengan kemampuan spiritual yang mendalam atau motivasi agama (religious motivation) – bekerja keras untuk melahirkan satu peradaban baru dari reruntuhan peradaban lama. Jika kaum Muslim mampu mewujudkan’creative minorities’ , maka ada harapan besar untuk membawa umat Islam dan juga negara Indonesia ke tahap yang lebih gemilang di masa depan. 

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/dari-pendidikan-menuju-peradaban

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait

Tinggalkan Komentar