Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada hari Ahad, 17 Januari 2021, saya mengisi acara diskusi tentang Pendidikan yang diselenggarakan Pemuda Dewan Da’wah Kota Padang. Diskusi itu bertema tentang perkembangan Pendidikan Integral dan masa depannya. Hadir juga ketua Dewan Da’wah Sumatera Barat dan sejumlah mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi di Sumatera Barat.
Konsep Pendidikan integral pernah digagas dan dipraktikkan oleh Mohammad Natsir di Lembaga Pendidikan yang didirikan dan dikelolanya, yaitu Pendis (Pendidikan Islam). Pada intinya, Pendidikan integral adalah Pendidikan yang mengarahkan para muridnya untuk menjadi manusia yang baik, sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah SWT. (QS adz-Dzariyat: 56).
Dalam diskusi tersebut, saya kembali mengingatkan para pemuda Dewan Da’wah, agar mereka memiliki rasa percaya diri dan bangga terhadap Lembaga Pendidikan kita sendiri. Saya tanya kepada mereka: “Apakah kita benar-benar serius mau menerapkan konsep Pendidikan integral? Atau hanya sekedar diskusi, dan kita sendiri tidak menerapkan konsep itu? Lalu, untuk apa diskusi?”
Rumus penting yang pernah disampaikan Muhammad Asad, dalam bukunya, Islam at The Crossroads: bahwa suatu peradaban tidak akan bertahan atau berkembang, jika peradaban itu kehilangan kebanggaan terhadap dirinya, dan terputus dari sejarahnya.
Percaya diri kepada Lembaga Pendidikan kita sendiri bukan berarti bersikap menutup mata terhadap kelemahan kita dan kelebihan lembaga lain. Justru, rasa percaya diri itu seharusnya memicu kerja keras untuk meraih keunggulan dan kebaikan dunia akhirat.
Orang mukmin dilarang berduka atau takut, sebab mereka adalah umat yang paling tinggi derajatnya, karena mereka beriman kepada Allah. (QS Ali Imran: 139). “Iman” itulah yang meninggikan derajat mereka. Bahkan dalam surat al-Bayyinah, kaum kafir disebut “syarrul bariyyah”. Orang mukmin disebut “khairul bariyyah”.
Dalam surat al-Maidah ayat 54, digambarkan ciri-ciri kaum yang unggul: mereka dicintai Allah dan mereka mencintai Allah, mengasihi sesama mukmin, bersikap “izzah” terhadap orang kafir, senantiasa berjihad di jalan Allah, dan tidak takut terhadap celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah ciri-ciri para sahabat nabi.
Dalam berbagai kesempatan, saya menyampaikan, saatnya kita memiliki rasa percaya diri terhadap Lembaga Pendidikan yang mengutamakan pembentukan insan iman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Iman, taqwa, akhlak mulia itulah yang seharusnya menjadi indikator utama dalam menentukan ranking Perguruan Tinggi di Indonesia.
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya,” begitu pesan Rasulullah saw. Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Karena itu aneh, jika pembentukan akhlak mulia tidak dijadikan sebagai “Standar Kompetensi Lulusan” yang utama di suatu Pendidikan suatu Perguruan Tinggi Islam.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/dibutuhkan:-rasa-percaya-diri