Artikel ke-1319
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Saat ini, pendidikan nasional ditujukan untuk membentuk “pelajar pancasila”. Tidak sedikit muncul pertanyaan, model pelajar Pancasila seperti apa yang diharapkan? Sebab, dalam sejarah perjalanan bangsa kita, ada beberapa tafsiran dan kebijakan tentang Pancasila yang pernah diterapkan dan dipaksakan untuk dianut. Ini sebagian contohnya.
Dalam bukunya, Islam, Pancasila dan Asas Tunggal (Jakarta: Yayasan Perkhidamatan, 1983), Deliar Noer memaparkan betapa fleksibelnya penafsiran terhadap Pancasila: “Dalam zaman Demokrasi Terpimpin, partai-partai politik juga dituntut untuk mengakui Pancasila sebagai landasan mereka bergerak; ini tercermin dalam perubahan anggaran dasar mereka masing-masing. Tetapi bagi mereka yang menginginkan dasar lain, seperti Islam, sosialisme, atau ajaran Jesus Kristus, dasar ini bisa dicantumkan juga sehingga masing-masing mereka itu mempergunakan baik Pancasila maupun dasar masing-masing. Yang aneh tentu saja ketika Partai Komunis Indonesia juga mengakui Pancasila, padahal siapa pun tahu bahwa faham komiunisme tidak mengenal Tuhan.” (Deliar Noer, Islam, Pancasila dan Asas Tunggal (Jakarta: Yayasan Perkhidamatan, 1983).
Di masa Orde Lama (1959-1965), pada tanggal 16-20 Februari 1959, diadakanlah acara Seminar Pancasila ke-1 di Yogyakarta. Seminar diselenggarakan oleh LIGA PANCASILA, bertempat di Sasono Hinggil Dwi Abad. Tujuannya: (1) Merumuskan ajaran Pancasila dalam segala bidang kenegaraan dan kemasyarakatan, (2) Memperkaya dan memperdalam ajaran yang timbul dari Pancasila.
Seminar dikunjungi rata-rata oleh sekitar 1250 orang yang terdiri dari anggota Liga Pancasila seluruh Indonesia, para sarjana dan peminat ajaran Pancasila, serta para undangan dan wakil organisasi. Para pembicara yang tampil dalam acara tersebut adalah (1) Menteri P.P. & K, Prof. Dr. Priyono yang berbicara tentang “Pancasila dan Moral Nasional”, (2) Prof. Mr. Muhammad Yamin, yang menyampaikan tema “Tinjauan Pancasila terhadap Revolusi Fungsional”, (3) Prof. Dr. N. Drijarkoro S.J., yang berbicara tentang “Pancasila dan Religi”, (4) Prof. Mr. Drs. Notonagoro membawakan tema “Berita Pikiran Ilmiah tentang Kemungkinan Jalan Keluar dari Kesulitan Mengenai Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia”, dan (5) H. Roeslan Abdulgani yang menyampaikan makalah berjudul “Pancasila sebagai Landasan Demokrasi Terpimpin.”
Di antara pokok-pokok pemikiran yang kemudian dihasilkan dari Seminar Pancasila tersebut adalah, bahwa Demokrasi Terpimpin adalah lawan demokrasi liberal; ia tetap demokrasi dan bukan diktatur; demokrasi terpimpin bukan sekedar demokrasi politik atau demokrasi ekonomi atau demokrasi sosial melainkan demokrasi total; dan demokrasi terpimpin adalah demokrasi karya untuk melaksanakan masyarakat adil dan makmur.
Lanjut baca,