Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ahmad Hassan – sering ditulis A. Hassan – adalah salah satu dari tiga guru utama Mohammad Natsir. Dua guru lainnya, adalah Haji Agus Salim dan Syekh Ahmad Soorkati. A. Hassan diakui sebagai guru yang hebat. Bahkan, karena tertarik untuk berguru langsung dengan A. Hassan, Pak Natsir memilih untuk tidak melanjutkan kuliahnya.
Konsep pendidikan A. Hassan ditulis oleh Dr. Syarif Hidayat dalam disertasinya di UIKA Bogor yang berjudul “Konsep Pendidikan Berbasis Adab menurut A. Hassan”. Menurut A. Hassan, pendidikan merupakan usaha terencana dan disengaja oleh para guru terhadap peserta didik dalam menanamkan akhlak (adab) yang baik serta menjauhi akhlak tercela terhadap peserta didik melalui perbuatan yang harus ditampilkan lebih dulu oleh pendidik selaku uswah (suri teladan) bagi murid-muridnya.
A. Hassan sangat menekankan pentingnya setiap mukmin konsisten dengan ucapannya, sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Shaff ayat 2-3: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu tidak mengerjakan apa yang kamu katakana. Sungguh besar kemurkaan Allah, jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.”
Dalam karyanya, Tafsir al-Furqan A. Hassan menjelaskan makna ayat tersebut dengan ungkapan: “Mengapa kamu tidak mengerjakan kebaikan dari setiap yang kamu omongkan?”
Juga, A. Hassan menyebutkan keteladanan merupakan faktor penting dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dunia pendidikan. Allah SWT menjelaskan dalam al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 21: “Sungguh telah ada bagimu pada diri Rasul itu suri tauladan yang baik, bagi orang-orang yang berharap kepada Allah dan Hari Akhir dan banyak berzikir kepada Allah.”
Tujuan pendidikan A. Hassan dituangkan dalam Qanoen 1936 di Persatuan Islam (Persis), yaitu melahirkan muballigh-muballigh dengan mengajarkan Bahasa Arab dan alat-alatnya (seperti ilmu Nahwu dan Sharaf) serta ilmu-ilmu agama Islam yang perlu, dan sedikit-sedikit pengetahuan terkait agama lain, ilmu menghitung, ilmu geografi, ilmu alam, dan lain sebagainya di antara ilmu keduniaan yang sekiranya dapat membantu aktivitas seorang muballigh dalam bertabligh.
Lebih terperinci lagi, tujuan pendidikan A. Hassan bisa disimpulkan sebagai berikut: Pertama, mencetak peserta didik yang paham terhadap ilmu-ilmu agama dalam selanjutnya disebut dengan istilah tafaqquh fî al-Dîn.
Lanjut baca,